Blok supraklavikular merupakan salah satu teknik anestesi regional yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit pada ekstremitas atas selama prosedur bedah. Teknik ini melibatkan injeksi anestesi lokal di sekitar pleksus brakhialis, yang menyediakan saraf untuk lengan dan tangan. Dengan bantuan ultrasonografi, teknik blok ini dapat dilakukan dengan akurasi tinggi, mengurangi risiko komplikasi yang serius seperti pneumotoraks. Pembahasan berikut akan mencakup sejarah penggunaan, anatomi yang relevan, indikasi, teknik pelaksanaan, serta komplikasi yang perlu diperhatikan dalam prosedur blok supraklavikular.


Pendahuluan

Anestesi regional sudah lama digunakan dalam manajemen anestesi karena memiliki banyak keuntungan. Teknik ini memungkinkan pasien tetap sadar dan bernapas sendiri selama prosedur bedah, sehingga risiko komplikasi pernapasan yang sering muncul pada anestesi umum dapat dihindari. Dengan anestesi regional, pasien juga pulih lebih cepat, yang membantu mengurangi lama rawat inap dan biaya perawatan pasien1.

Ilustrasi blok supraklavikular
Sumber gambar: YouTube

Perkembangan ilmu anestesi regional saat ini memungkinkan teknik ini tidak hanya digunakan dalam operasi, tapi juga dalam pengelolaan nyeri pascabedah dan mempercepat pemulihan pasien. Dengan bantuan ultrasonografi, anestesi regional telah memberikan manfaat besar dalam praktik medis. Selain sebagai penghilang nyeri selama operasi, anestesi regional juga mengurangi respons stres akibat pembedahan, menurunkan penggunaan opioid, dan risiko nyeri jangka panjang pascabedah2.

Salah satu teknik anestesi regional yang sering digunakan untuk operasi di lengan atas adalah blok supraklavikular, sering disebut sebagai “anestesi spinal pada lengan atas”. Teknik ini awalnya kurang disukai karena risiko komplikasi, seperti pneumotoraks, tetapi dengan perkembangan teknik dan penggunaan ultrasonografi, blok supraklavikular kini lebih aman dan semakin populer3.

Tulisan ini akan membahas teknik blok supraklavikular dan penerapannya dalam praktik anestesi sehari-hari.

Sejarah Penggunaan Teknik Blok Supraklavikular

Blok supraklavikular adalah salah satu teknik yang digunakan untuk membius pleksus brakhialis, yaitu kumpulan saraf yang mengontrol sensorik, motorik, dan simpatis pada lengan atas. Blok ini dilakukan pada bagian batang pleksus brakhialis, yang mencakup seluruh saraf lengan atas, sehingga menghasilkan anestesi yang cepat dan efektif.

Teknik blok pleksus brakhialis pertama kali didokumentasikan oleh William Steward Halsted pada tahun 1884 menggunakan kokain. Kemudian, pada tahun 1911, Georg Hirschel memperkenalkan pendekatan di daerah aksila (ketiak). Tidak lama setelah itu, Kulenkampf mengembangkan blok supraklavikular melalui kulit. Pada tahun 1928, Kulenkampf bersama Persky melaporkan telah melakukan blok ini sebanyak 1000 kali, meskipun teknik ini berisiko tinggi menyebabkan komplikasi, seperti pneumotoraks, yaitu kebocoran udara ke rongga dada.

Seiring waktu, teknik ini semakin dikembangkan oleh para ahli seperti Accardo dan Adriano pada tahun 1949, Eather pada tahun 1958, hingga De Jong pada tahun 1960. Selama dua dekade terakhir, dengan bantuan ultrasonografi, blok supraklavikular semakin aman dan efektif. Teknik ini sekarang dikenal memiliki onset cepat, tingkat keberhasilan tinggi, dan cakupan anestesi yang luas4.

Modifikasi modern dari teknik ini termasuk metode perivaskular subklavia oleh Alon Winnie dan Vincent Collins, serta teknik “plumb-bob” yang diperkenalkan oleh Brown dan koleganya pada tahun 1993. Teknik plumb-bob menggunakan pembedahan kadaver dan pencitraan MRI untuk menentukan posisi jarum, yang dimasukkan di atas klavikula. Teknik ini awalnya dianggap berisiko tinggi menyebabkan komplikasi pneumotoraks, tetapi sekarang sering digunakan karena memberikan anestesi yang cepat dan efektif untuk lengan atas distal5.

Dengan bantuan ultrasonografi, kualitas blok semakin meningkat karena dokter dapat melihat dengan jelas posisi saraf, penyebaran obat anestesi lokal, dan ujung jarum. Ini memungkinkan penempatan jarum yang lebih akurat dan mengurangi risiko komplikasi4.

Anatomi Pleksus Brakhialis

Pleksus brakhialis berasal dari saraf tulang belakang C5 hingga T1, yang turun melewati bawah klavikula, melalui daerah aksila, dan berlanjut ke lengan bawah. Pleksus ini terdiri dari cabang-cabang, trunkus, divisi, fasikulus, dan saraf terminal. Dari tulang belakang, semua cabang saraf keluar melalui celah antara prosesus transversus anterior dan posterior. Cabang-cabang saraf ini melewati area sempit di antara otot skalenus anterior dan skalenus medius, tempat anestesi lokal diinjeksikan untuk menghasilkan blok interskalenus dengan cakupan dari dermatome C4 hingga C76.

Otot skalenus anterior berasal dari tulang leher (C3-C6) dan berinsersi pada tulang iga pertama, sedangkan skalenus medius berasal dari C2 hingga C7 dan berinsersi di tulang iga pertama bagian belakang. Kelima akar pleksus brakhialis bergabung membentuk tiga batang (trunkus): superior, tengah, dan inferior, yang berjalan bersama di antara otot skalenus anterior dan medius. Arteri subklavia terletak di depan batang bawah pleksus ini5.

Gambar berikut menunjukkan anatomi pleksus brakhialis di area supraklavikular, di mana pleura (lapisan pelindung paru-paru) dapat terluka selama prosedur blok supraklavikular, terutama di dua lokasi, yaitu di kubah pleura dan ruang interkostal pertama. Kubah pleura adalah puncak dari pleura parietal yang dikelilingi oleh tulang iga pertama. Pada blok supraklavikular yang benar, area ini seharusnya tidak terkena jarum blok5.

Trunkus superior dibentuk oleh cabang saraf C4 hingga C6, trunkus inferior oleh C8 dan T1, sedangkan trunkus medial berasal dari C7. Setelah melewati iga pertama, masing-masing trunkus terbagi menjadi divisi anterior dan posterior, yang kemudian membentuk tiga fasikulus: lateral, medial, dan posterior. Fasikulus ini berperan membentuk saraf-saraf terminal seperti nervus medianus, muskulokutaneus, ulnaris, radialis, dan aksilaris6.

Nervus muskulokutaneus (C5-C7) mengontrol sensorik pada sisi medial lengan bawah dan motorik untuk gerakan fleksi siku. Nervus radialis (C5-T7) mengontrol sensorik di bagian belakang tangan dan motorik untuk berbagai gerakan di lengan bawah dan tangan. Nervus ulnaris (C8-T1) memiliki fungsi sensorik pada bagian dalam telapak tangan dan motorik untuk pergelangan dan jari-jari tangan6.

Dalam kasus ini, pasien akan menjalani prosedur perbaikan AV shunt di lengan kiri, yang mendapat persarafan dari pleksus brakhialis (saraf C5-T1). Memahami anatomi ini sangat penting untuk melakukan blok supraklavikular dengan tepat, sehingga anestesi dapat menjangkau seluruh cabang saraf yang diperlukan untuk blok yang efektif6.

Anatomi-pleksus-brakhialis

Mekanisme Kerja Anestesi Lokal pada Blok Saraf Perifer

Obat anestesi lokal bekerja dengan mencegah pembentukan dan transmisi impuls saraf. Obat ini berikatan dengan kanal Na+, yang menghambat masuknya ion Na+ ke dalam sel saraf. Ini menghalangi gelombang depolarisasi yang seharusnya berjalan sepanjang serabut saraf10.

Ikatan antara obat anestesi lokal dan kanal Na+ ini bersifat reversibel dan bergantung pada konsentrasi obat. Obat anestesi lokal harus melewati membran saraf terlebih dahulu, lalu masuk ke kanal Na+ dari sisi dalam sel. Ikatan ini akan semakin kuat seiring dengan peningkatan frekuensi depolarisasi saraf, menstabilkan saraf dalam kondisi tidak aktif, sehingga menghentikan transmisi impuls saraf. Meningkatkan konsentrasi anestesi lokal dapat memperkuat hambatan pada konduksi saraf, memperpanjang periode refraktori, dan mengurangi potensial aksi11.

Baik lidokain maupun bupivakain, dua jenis anestesi lokal, bekerja dengan memblokir kanal Na+ pada saraf. Namun, bupivakain memiliki afinitas lebih tinggi dan waktu disosiasi yang lebih lambat, yang dapat menyebabkan penumpukan pada jantung selama diastol dan berpotensi memicu aritmia11.

Mekanisme-kerja-obat-anestesi-lokal

Anestesi Lokal Pilihan Pada Blok Supraklavikular

Pada sebagian besar operasi lengan atas yang menggunakan anestesi regional, anestesi lokal yang sering dipakai adalah mepivakain 1,5% dengan tambahan epinefrin 1:200.000 sebanyak 30 mL, yang memberikan efek anestesi selama 3–4 jam. Jika tidak ditambah epinefrin, anestesi ini bertahan sekitar 2–3 jam. Untuk mempercepat onset blok, biasanya ditambahkan 2 mL natrium bikarbonat 8,4% per 20 mL larutan mepivakain. Jika diperlukan efek anestesi lebih lama (5–7 jam), larutan levobupivakain, ropivakain, atau bupivakain bisa digunakan5.

Panduan ultrasonografi memungkinkan pengurangan volume anestesi yang dibutuhkan untuk blok yang efektif. Pada teknik blok kontinu, diberikan dosis bolus 10–15 mL anestesi lokal, diikuti infus kontinu dengan laju 8–10 mL/jam. Untuk ini, larutan ropivakain 0,2% sering digunakan. Pasien dapat menambah bolus sebesar 3–5 mL setiap 30–60 menit, sementara infus basal dikurangi menjadi sekitar 5 mL/jam jika diperlukan pengendalian nyeri lebih lanjut5.

Indikasi Blok Supraklavikular

Pemilihan teknik anestesi regional dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat. Pemilihan metode anestesi harus didasarkan pada analisis risiko dan manfaat. Anestesi regional sering menjadi pilihan yang lebih baik daripada anestesi umum, terutama untuk pasien dengan komorbid atau yang tidak toleran terhadap opioid dosis tinggi12.

Pemahaman tentang anatomi regional dan prosedur bedah yang akan dilakukan sangat penting sebelum memilih tindakan anestesi regional. Faktor seperti penggunaan torniket, prosedur bone grafting, dan durasi operasi harus didiskusikan dengan ahli bedah. Selain itu, estimasi tingkat nyeri pascabedah juga perlu dipertimbangkan untuk memutuskan apakah diperlukan blok saraf satu kali atau blok kontinu13.

Indikasi utama untuk blok supraklavikular adalah semua operasi pada lengan atas, seperti operasi ortopedi, plastik, rekonstruksi, dan bedah vaskular di sekitar humerus bagian tengah, siku, lengan bawah, hingga tangan. Teknik ini juga digunakan untuk prosedur pembuatan dan perbaikan AV shunt14,15.

Blok supraklavikular dan blok interskalenus adalah teknik yang sering digunakan pada pembedahan ekstremitas atas. Blok interskalenus lebih cocok untuk operasi bahu tetapi tidak cukup untuk lengan bawah atau tangan. Sementara itu, blok infraklavikular dapat digunakan pada operasi siku, lengan bawah, pergelangan tangan, dan tangan, namun tidak mencakup anestesi pada lengan atas atau bahu secara memadai. Blok aksilar baik digunakan untuk operasi pada siku, tetapi mungkin tidak nyaman jika perlu menggunakan torniket di lengan atas9.

Kelebihan blok supraklavikular adalah jarak saraf yang dekat sehingga onset lebih cepat dan kualitas blok lebih baik. Pada operasi bahu, blok ini juga dapat memberikan hasil serupa dengan blok interskalenus jika diberikan dengan volume anestesi yang cukup. Namun, jika menggunakan volume rendah (20 mL), anestesi mungkin tidak cukup mencapai saraf yang diperlukan untuk operasi bahu16,17.

Cakupan-blok-sensorik-pada-berbagai-jenis-teknik-blok-pleksus-brakhialis

Kontraindikasi

Secara umum, kontraindikasi blok supraklavikular sama dengan kontraindikasi pada blok saraf perifer lainnya, seperti pasien yang tidak kooperatif, memiliki gangguan perdarahan, atau infeksi di area insersi jarum. Pasien yang tidak bisa diam selama prosedur, misalnya anak-anak atau orang dengan gangguan perkembangan, juga berisiko lebih tinggi2.

Gangguan perdarahan atau penggunaan antikoagulan meningkatkan risiko terjadinya hematoma atau perdarahan di area blok. Sementara itu, insersi jarum melalui area infeksi dapat menyebarkan infeksi ke jaringan sekitar, termasuk saraf target, sehingga infeksi lokal menjadi kontraindikasi relatif untuk blok saraf perifer2.

Pasien dengan riwayat gangguan saraf, seperti neuropati perifer atau cedera saraf sebelumnya, berisiko lebih tinggi mengalami komplikasi sensorimotor jangka panjang. Mekanisme yang mendasari belum sepenuhnya dipahami, tetapi faktor-faktor seperti iskemia lokal, vasokonstriksi, toksisitas saraf dari obat anestesi, atau trauma fisik pada saraf diduga berkontribusi2.

Blok supraklavikular tidak direkomendasikan untuk pasien dengan masalah paru-paru seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau hemidiafragma yang lumpuh, karena pleksus brakhialis berdekatan dengan pleura di area supraklavikular, yang meningkatkan risiko pneumotoraks. Blok ini juga dikontraindikasikan pada anak-anak tanpa panduan ultrasonografi karena risiko injeksi ke dalam pleura. Seperti pada blok interskalenus, blok supraklavikular tidak dilakukan secara bilateral atau pada pasien dengan gangguan pernapasan berat karena risiko komplikasi pernapasan yang meningkat9,18.

Teknik Blok

Blok supraklavikular menggunakan tanda anatomi seperti insersi lateral otot sternokleidomastoideus (SCM) pada klavikula, klavikula itu sendiri, dan garis tengah tubuh. Ketiga tanda ini mudah ditemukan pada sebagian besar pasien.

Peralatan

  • Sarung tangan steril
  • Larutan antiseptik untuk disinfeksi kulit
  • Pena penanda
  • Kasa steril
  • Dua syringe 20 mL untuk larutan anestesi lokal
  • Syringe 1 mL dengan jarum 25-gauge untuk injeksi kulit dangkal
  • Jarum berinsulasi 22-gauge dengan ujung pendek
  • Elektroda permukaan dan stimulator saraf
  • Monitor tekanan injeksi

Blok ini idealnya dilakukan di ruang anestesi regional dengan monitor standar dari American Society of Anesthesiologists (ASA), serta peralatan resusitasi dan oksigen. Jika tidak ada kontraindikasi, pasien bisa diberikan premedikasi seperti midazolam dan fentanyl agar tetap tenang namun kooperatif.

Pasien ditempatkan dalam posisi setengah duduk, dengan kepala diputar ke sisi yang berlawanan, bahu diturunkan, dan siku ditekuk sehingga lengan bawah bersandar di pangkuan. Posisi ini memberikan kenyamanan dan memudahkan operator dalam memanipulasi jarum5.

Posisi-pasien-untuk-blok-supraklavikular

Titik Masuk Jarum

Dengan pasien dalam posisi yang telah dijelaskan, batas lateral SCM ditelusuri ke titik di mana ia bertemu klavikula. Titik ini ditandai sebagai lokasi insersi jarum, sekitar 2,5 cm lateral dari insersi SCM pada klavikula, yang dikenal sebagai "margin of safety". Jari peraba ditempatkan pada titik ini untuk menentukan lokasi masuk jarum yang aman dan arah jalurnya5.

Titik-anatomi Batas-aman Titik-masuk-jarum-dan-arahnya

Jarum dimasukkan tegak lurus ke kulit, lalu diarahkan secara paralel dengan garis tengah tubuh. Tujuan utama adalah untuk menghasilkan kontraksi jari yang menunjukkan jarum berada di dekat batang bawah pleksus. Jika reposisi jarum diperlukan, penyesuaian sudut harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari penetrasi terlalu dalam yang bisa mencapai cupula pleura5.

Blok Supraklavikular dengan Ultrasonografi

Panduan ultrasonografi telah terbukti meningkatkan kualitas blok supraklavikular, mempercepat onset blok, meningkatkan durasi blok, dan meningkatkan tingkat keberhasilan prosedur. Karena kedekatan pleksus brakhialis dengan pleura di daerah supraklavikular, penggunaan ultrasonografi membantu memantau anatomi secara langsung dan memungkinkan penempatan jarum yang lebih akurat, mengurangi risiko komplikasi16.

Arteri subklavia melewati tulang iga pertama antara insersi otot skalenus anterior dan skalenus medius, tepat di belakang klavikula. Dalam tampilan ultrasonografi, arteri ini terlihat sebagai struktur bulat yang tidak memantulkan suara (anekoik), sedangkan pleura parietal dan tulang iga tampak sebagai garis putih terang (hiperekoik) tepat di samping arteri. Pleksus brakhialis terlihat sebagai kumpulan nodul bulat yang lebih gelap (hipoekoik) di belakang dan sedikit di permukaan arteri subklavia16.

Anatomi-USG-untuk-blok-plexus-brachialis-supraklavikular-dengan-penyebaran-anestesi-lokal Blok-plexus-brachialis-supraklavikular

Pada pasien dengan posisi yang benar, transduser ultrasonografi diletakkan di atas klavikula pada arah transversal, sedikit miring ke arah bawah untuk mendapatkan pandangan yang baik dari arteri subklavia dan pleksus brakhialis. Penempatan jarum dilakukan dengan hati-hati mengikuti panduan ultrasonografi untuk memastikan bahwa anestesi lokal menyebar merata di sekitar pleksus, mencapai batang atas, tengah, dan bawah16.

Gambar-USG-dari-plexus-brachialis Plexus-brachialis-BP-sedikit-superfisial-dan-posterolateral-terhadap-subclavian-artery-SA

Dengan menyesuaikan posisi transduser, batang pleksus dapat diidentifikasi dengan lebih jelas, memastikan anestesi menyebar secara menyeluruh. Untuk memastikan keamanan, color Doppler digunakan sebelum memasukkan jarum untuk mendeteksi pembuluh besar di sekitar pleksus, menghindari injeksi intravaskular yang tidak disengaja16.

Teknik Blok Supraklavikula Kontinu

Teknik blok kontinu supraklavikular berguna untuk operasi yang berlangsung lama atau untuk kontrol nyeri pascabedah. Sebelum adanya peralatan modern, kateter epidural sering digunakan sebagai “kateter pleksus brakhialis”. Teknik awalnya melibatkan penggunaan jarum logam yang dibiarkan di tempat selama operasi, meskipun sekarang pendekatan ini dianggap kurang praktis16.

Dalam pendekatan modern, kateter dipasang menggunakan teknik panduan ultrasonografi. Tujuannya adalah menempatkan kateter di sekitar batang dan divisi pleksus brakhialis yang berdekatan dengan arteri subklavia. Prosedur ini terdiri dari tiga tahap utama: (1) penempatan jarum, (2) pemasangan kateter, dan (3) pengamanan kateter. Dengan bantuan ultrasonografi, akurasi dapat ditingkatkan untuk sebagian besar pasien16.

Penempatan jarum biasanya dilakukan secara in-plane dari arah lateral ke medial agar ujung jarum berada tepat di belakang selubung pleksus brakhialis. Jarum kemudian menembus selubung tersebut, diikuti oleh pemasangan kateter. Teknik tunneling digunakan untuk mengamankan kateter, meskipun metode ini memiliki risiko lepasnya kateter atau pembentukan jaringan parut di sekitar area injeksi16.

Regimen infus awal yang sering digunakan adalah 5–8 mL/jam larutan ropivakain 0,2% atau bupivakain 0,125% dengan bolus yang dapat dikendalikan pasien sebesar 3–5 mL per jam. Teknik ini cocok terutama untuk operasi bahu dan manajemen nyeri pascaoperasi yang membutuhkan analgesia jangka panjang. Beberapa laporan juga menyebutkan keberhasilan teknik ini untuk nyeri kronis pada lengan atau bahu17.

Lokasi-yang-diinginkan

Komplikasi dan Efek Samping

Seperti halnya blok saraf perifer lainnya, blok supraklavikular memiliki risiko komplikasi, seperti cedera saraf perifer, injeksi anestesi lokal intravaskular, dan infeksi di lokasi insersi jarum. Secara khusus, blok supraklavikular dapat menyebabkan parese hemidiafragma, pneumotoraks, sindrom Horner, dan cedera pada saraf laringeus rekuren18.

Efek samping umum yang terkait dengan teknik ini termasuk blok saraf frenikus, yang menyebabkan kelumpuhan diafragma, dan blok saraf simpatik, yang menyebabkan sindrom Horner. Kedua kondisi ini biasanya bersifat sementara dan tidak memerlukan intervensi lebih lanjut. Blok saraf frenikus dilaporkan terjadi pada sekitar 50% kasus, tetapi dapat dikurangi risikonya dengan panduan ultrasonografi18.

Cedera saraf perifer bisa terjadi akibat trauma mekanik dari jarum, cedera iskemik lokal, atau efek toksik dari obat anestesi. Faktor seperti teknik parestesia atau tekanan injeksi yang terlalu tinggi dapat meningkatkan risiko cedera saraf. Penggunaan anestesi lokal dengan konsentrasi tinggi atau injeksi berulang juga meningkatkan risiko cedera kimia pada saraf. Pasien dengan riwayat gangguan saraf perifer perlu diperhatikan lebih lanjut karena mereka lebih rentan terhadap komplikasi ini18.

Parese hemidiafragma dapat terjadi secara tidak sengaja karena saraf frenikus berdekatan dengan pleksus brakhialis. Meskipun jarang terjadi pada blok supraklavikular dibandingkan dengan blok interskalenus, pada pasien dengan riwayat penyakit paru-paru berat, risiko komplikasi ini meningkat. Gejalanya meliputi sesak napas dan penurunan kapasitas paru hingga 25–30%. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa pengurangan volume dan konsentrasi anestesi lokal dapat menurunkan risiko komplikasi ini18.

Pneumotoraks merupakan komplikasi serius yang lebih sering terjadi pada blok supraklavikular daripada teknik blok pleksus brakhialis lainnya. Insiden pneumotoraks berkisar hingga 6,1%, terutama pada teknik blok yang tidak dipandu dengan ultrasonografi. Komplikasi ini biasanya tidak menunjukkan gejala hingga 6–12 jam setelah prosedur, dan sering kali disebut memiliki onset yang tertunda18.

Komplikasi lain seperti injeksi intravaskular dengan efek toksisitas sistemik anestesi lokal dan pembentukan hematoma juga dapat terjadi. Karena letaknya yang dekat dengan pembuluh besar, risiko injeksi intravaskular lebih tinggi pada blok supraklavikular. Gejala injeksi intravaskular meliputi kejang, penurunan kesadaran, dan aritmia18.

Sindrom Horner dapat terjadi akibat penyebaran anestesi lokal yang mencapai saraf simpatik servikal, dengan gejala seperti ptosis, miosis, dan anhidrosis pada wajah di sisi yang terkena. Meskipun gejalanya bersifat sementara, penting untuk memberi edukasi kepada pasien tentang kemungkinan terjadinya sindrom ini. Cedera pada saraf laringeus rekuren juga dapat terjadi akibat penyebaran anestesi lokal, yang dapat menyebabkan suara serak, tetapi biasanya bersifat sementara19.

Kesimpulan

Blok supraklavikular telah digunakan sejak lama sebagai metode anestesi untuk operasi pada ekstremitas atas dan terbukti memberikan tingkat keberhasilan blok yang tinggi. Pengetahuan yang mendalam tentang anatomi, penggunaan panduan ultrasonografi, dan teknik yang teliti sangat penting untuk mencapai keberhasilan yang konsisten, membatasi efek samping, dan mencegah komplikasi yang mungkin terjadi.


Daftar Pustaka
  1. Pincus E. Regional anesthesia: an overview. AORN Journal. 2019; 110(3): 263-72.
  2. Madison SJ, Ilfeld BM. Peripheral Nerve Blocks. Dalam: Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan and mikhail’s clinical Anesthesiology: Regional anesthesia. Edisi ke-7. New York: McGraw-Hill; 2018. Hlm. 1574-90.
  3. Hadzic AA, Lopez AM, Balocco AL, Vandepitte CC. Supraclavicular brachial plexus block. Dalam: Hadzic A. Hadzic’s peripheral nerve blocks and anatomy for ultrasound-guided regional anesthesia. Edisi ke-3. New York: McGraw-Hill; 2022. Hlm. 153-9.
  4. Wei TW, Yuen BZ, Fathil SM. Evolution of supraclavicular brachial plexus block. Malaysian Society of Anaesthesiologists; 2016. MSA Year Book 2015/2016. Hlm. 30-4.
  5. Franco C. Supraclavicular Brachial Plexus Block – Landmarks and Nerve Stimulator Technique. The Journal of NYSORA. 2021; 20:90-34.
  6. Spence BC, Herrick MD, Parra MC. Peripheral nerve blocks. Dalam: Longnecker DE, Mackey SC, Newman MF, Sandberg WS, Zapol WM. Anesthesiology. Edisi ke-3. New York: McGraw-Hill. 2017. Hlm. 1754-70.
  7. Netter FH. Netter atlas of human anatomy classic regional approach. Edisi ke-8. New York: Elsevier; 2018. Hlm. 578.
  8. Neal SL, Fields KB. Peripheral nerve entrapment and injury in the upper extremity. Am Fam Physician. 2010; 81(2): 147-55.
  9. Bruce BG, Green A, Blaine TA, Wesner LV. Brachial plexus blocks for upper extremity orthopaedic surgery. J Am Acad Orthop Surg. 2012; 20:38-47.
  10. Lopez AM, Balocco AL. Local anesthetics: clinical pharmacology and rational selection. Dalam: Hadzic A. Hadzic’s peripheral nerve blocks and anatomy for ultrasound-guided regional anesthesia. Edisi ke-3. New York: McGraw-Hill; 2022. Hlm. 153-9.
  11. Taylor A, McLeod G. Basic pharmacology of local anaesthetics. BJA Education. 2019; 219(10): 177-90.
  12. Reiss W, Kurapati S, Shariat A, Hadzic A. Nerve injury complicating ultrasound electrostimulation guided supraclavicular brachial plexus block. Reg Anesth Pain Med. 2010; 35:400-1.
  13. Pelras A, Lobo G, Lo N, Brull R, Chan VW. Ultrasound-guided supraclavicular block: outcome of 510 cases. Reg Anesth Pain Med. 2009; 34:171-6.
  14. Kusre S, McEwen A, Matthew G. Ultrasound-guided supraclavicular brachial plexus block. WFSAHQ. 2019; 34:8-9.
  15. Tran DQ, Munoz L, Zaouter C, Finlayson RJ. A prospective randomized comparison between single and double injection, ultrasound-guided supraclavicular brachial plexus block. Reg Anesth Pain Med. 2009; 34:420-4.
  16. Atchabahian A. Ultrasound-guided supraclavicular block. The Journal of NYSORA. 2019; 13:20-6.
  17. Park SY, Lee SY, Kim WH, Park HS, Lim YJ, Bahk JH. Comparison of supraclavicular and infraclavicular brachial plexus block: a systemic review of randomized controlled trials. Anesth Analg. 2017; 124:636-44.
  18. Maria BD, Banus E, Egea MN, Serrano S, Perello M, Mabrok M. Ultrasound-guided supraclavicular vs infraclavicular brachial plexus blocks in children. Pediatric Anesthesia. 2008; 18:838-44.
  19. Feigl GC, Litz RJ, Marhofer P. Anatomy of the brachial plexus and its implications for daily clinical practice: regional anesthesia is applied anatomy. Reg Anesth Pain Med. 2020; 1:1-8.
  20. Kanagalingam S, Miller NR. Horner syndrome: clinical perspectives. Eye and Brain. 2015; 7:35-46.

Ramadhan MF. Blok Supraklavikular. Anesthesiol ICU. 2024;11:a3

Artikel terkait: