Disfungsi kognitif pascabedah (POCD) merupakan masalah serius yang sering muncul pada pasien lanjut usia setelah menjalani pembedahan, terutama yang melibatkan anestesi umum. Gangguan ini dapat berdampak pada kualitas hidup pasien karena mempengaruhi fungsi kognitif seperti memori, orientasi, dan pemrosesan informasi. POCD tidak hanya memperpanjang masa rawat inap di rumah sakit, tetapi juga meningkatkan risiko komplikasi dan beban biaya kesehatan. Dengan meningkatnya jumlah prosedur pembedahan pada pasien geriatri, pemahaman yang lebih mendalam mengenai patofisiologi, faktor risiko, dan metode pencegahan POCD menjadi penting untuk meningkatkan hasil klinis dan kualitas hidup pasien setelah pembedahan.


Pendahuluan

Delirium pascabedah (POD) dan disfungsi kognitif pascabedah (POCD) adalah gangguan neurokognitif yang sering muncul setelah intervensi bedah. POD ditandai dengan gangguan akut dalam perhatian dan kesadaran yang terjadi segera setelah operasi, sedangkan POCD merujuk pada perubahan fungsi kognitif yang signifikan dibandingkan dengan kondisi sebelum operasi. POCD terjadi pada periode pascabedah yang melebihi waktu pulih dari efek langsung pembedahan dan anestesi, dan diagnosis POCD dapat ditegakkan paling awal 30 hari hingga 1 tahun setelah operasi1,2. POCD ditandai dengan penurunan fungsi kognitif yang berlangsung lebih dari 30 hari tetapi kurang dari 12 bulan setelah operasi3. Area kognitif yang sering terpengaruh meliputi memori dan pemrosesan informasi, dengan derajat gangguan yang bervariasi dari ringan hingga permanen4.

Perubahan kognitif akibat anestesi dan pembedahan dapat terjadi pada semua kelompok usia, namun lebih umum pada pasien lanjut usia1. Prevalensi POCD berkisar antara 18–45% pada tiga bulan pascabedah, dan pada pasien geriatri, angka tersebut dapat mencapai 3–61%5. Kondisi ini berdampak buruk terhadap kualitas hidup, memperpanjang masa perawatan di rumah sakit, meningkatkan ketergantungan perawatan, menurunkan status fungsional, berpotensi memicu demensia, serta menambah biaya perawatan dan angka kematian1,6.

Di Indonesia, Singarimbun dan rekan (2020) melakukan penelitian dengan desain single-blind randomized controlled trial untuk membandingkan kejadian POCD antara anestesi umum dan epidural pada pasien lanjut usia yang menjalani joint arthroplasty. Penelitian melibatkan 48 pasien, di mana kelompok anestesi umum menunjukkan insiden POCD sebesar 37,5%, sementara kelompok epidural hanya 8,3%. Hasil analisis menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan nilai p=0,016 (p<0,05)12.

Ilustrasi laboratorium dengan suasana tenang untuk menggambarkan penelitian disfungsi kognitif pascabedah pada pasien geriatri

Selama dekade terakhir, bukti menunjukkan bahwa proses penuaan terkait dengan peningkatan respons neuroinflamasi yang melibatkan aktivasi mikroglia dan produksi sitokin proinflamasi, seperti IL-1β, IL-6, dan TNF-α. Sebaliknya, sitokin antiinflamasi IL-4, yang mencegah pembentukan mikroglia dan aktivasi fenotipe mikroglia M1 yang merusak, menurun selama penuaan. Faktor lain, seperti perubahan dalam respons imun, turut berperan dalam penuaan mikroglia yang diekspresikan melalui peningkatan regulasi faktor otak proinflamasi. Menariknya, pola sitokin yang diinduksi oleh pembedahan mengikuti skema serupa, yakni peningkatan pelepasan sinyal sitokin proinflamasi disertai dengan penurunan respons antiinflamasi4. Berdasarkan pandangan ini, neuroinflamasi dianggap sebagai salah satu patogenesis disfungsi kognitif pascabedah, sehingga intervensi dengan moderasi respons imun selama dan setelah operasi dapat membantu melindungi fungsi kognitif7.

Neuroinflamasi dianggap sebagai salah satu penyebab disfungsi neurokognitif pascabedah2. Neuroinflamasi terjadi ketika agen inhalasi meningkatkan permeabilitas sel endotel pada pembuluh darah otak, memungkinkan sitokin masuk dan merusak jaringan saraf8. Pembedahan memicu pelepasan zat intraseluler, seperti RNA, dari jaringan dan organ yang mengalami kerusakan, yang kemudian dikenali oleh reseptor pada sel imun yang relevan. Proses peradangan yang dimulai oleh zat-zat ini membantu meningkatkan ekspresi faktor proinflamasi seperti interleukin-6 (IL-6) oleh makrofag dalam sirkulasi perifer. Faktor-faktor terkait yang diproduksi oleh sistem imun perifer dapat memicu respons sentral dan memperparah neuroinflamasi melalui saraf aferen vagus atau penghalang darah-otak. Ketika mikroglia, makrofag dari sumsum tulang, sel mast, dan sel T di sistem saraf pusat terstimulasi, lebih banyak sitokin inflamasi dilepaskan dan terkonsentrasi di area otak tertentu sebagai respons terhadap trauma pembedahan, yang kemudian memperburuk gangguan kognitif9.

Meskipun belum jelas apakah gangguan kognitif pascabedah merupakan tanda awal dari demensia atau prediktor demensia di kemudian hari, beberapa studi praklinis (Hovens et al., 2013) dan studi klinis (Patel et al., 2016) menunjukkan bahwa neuroinflamasi perioperatif dapat mempercepat penurunan kognitif. Namun, peran spesifik anestesi dalam kejadian gangguan kognitif pascabedah masih perlu diteliti lebih lanjut4.

Pengertian dan Epidemiologi Disfungsi Kognitif Pascabedah

Disfungsi kognitif pascabedah (POCD) adalah perubahan fungsi kognitif yang signifikan dibandingkan kondisi pra operasi, yang muncul pada periode pascabedah yang melebihi waktu pemulihan dari efek akut pembedahan dan anestesi. Diagnosis POCD dapat ditegakkan paling awal 30 hari hingga 1 tahun setelah operasi1,2. Definisi konsensus baru untuk POCD mengikuti nomenklatur dan definisi dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM)-5 tentang gangguan neurokognitif ringan dan berat, kini disebut sebagai gangguan neurokognitif pascabedah. POCD diidentifikasi melalui tiga kriteria utama: (1) keluhan subjektif perubahan kognitif dari pasien, keluarga, atau dokter; (2) adanya gangguan objektif dalam pengujian neurokognitif; dan (3) penilaian status fungsional menggunakan Activities of Daily Living (ADL) untuk membedakan gangguan neurokognitif ringan (tanpa disabilitas ADL) dan berat (dengan disabilitas ADL). Pengujian neurokognitif sebelum dan setelah operasi adalah kunci untuk mengidentifikasi gangguan neurokognitif pascabedah6.

Insiden disfungsi neurokognitif pascabedah lebih tinggi pada lanjut usia, terutama pada individu berusia lebih dari 60 tahun3. Disfungsi neurokognitif pascabedah pada 3 bulan setelah operasi nonkardiak berkisar antara 12-21%10. Pada populasi operasi non-jantung, orang dewasa yang lebih tua menunjukkan gangguan neurokognitif pascabedah sebesar 10-13% dalam 3 bulan setelah operasi. Pada operasi jantung, pemulihan neurokognitif tertunda ditemukan pada 53% pasien saat keluar dari rumah sakit, dengan 36% mengalami gangguan pada 6 minggu, 25% pada 6 bulan, dan 42% pada 5 tahun6. Pada pasien berusia di atas 65 tahun, hingga 65% mengalami delirium dan 10% mengalami penurunan kognitif jangka panjang setelah operasi non-jantung1. Komplikasi terkait delirium meliputi perpanjangan waktu rawat inap, lebih banyak hari dengan ventilasi mekanis, dan penurunan fungsional. Setelah keluar dari rumah sakit, pasien yang mengalami delirium pascabedah berisiko lebih tinggi untuk mengalami penurunan kesehatan fungsional dan psikologis, penurunan kognitif progresif, demensia, dan kematian11.

Diagnosis Disfungsi Kognitif Pascabedah

Dalam DSM-5, kriteria diagnostik disfungsi neurokognitif pascabedah mencakup laporan dari pasien atau informan, atau evaluasi dokter8:

  • Disfungsi neurokognitif pascabedah ringan: penurunan fungsi kognitif yang terlihat, memerlukan penyesuaian untuk mempertahankan kemandirian dalam aktivitas sehari-hari yang melampaui perubahan normal akibat penuaan.
  • Disfungsi neurokognitif pascabedah berat: gangguan kognitif yang signifikan, mengakibatkan ketergantungan pada aktivitas sehari-hari. Perbedaan utama antara disfungsi ringan dan berat adalah kemampuan fungsional yang berkurang, meskipun keduanya merupakan spektrum gangguan yang kadang sulit dibedakan.

Demensia dapat menggambarkan subtipe etiologi lebih lanjut, seperti penyakit Alzheimer, demensia vaskular, dan demensia yang disebabkan oleh zat. DSM-5 mendefinisikan domain kognitif yang dievaluasi dalam disfungsi neurokognitif pascabedah, yaitu:

  • Pembelajaran dan memori: kemampuan untuk belajar dan mengingat informasi baru.
  • Bahasa: pemahaman atau ekspresi.
  • Motorik perseptual: persepsi visual dan koordinasi.
  • Kognisi sosial: wawasan dan pengenalan emosi.
  • Perhatian kompleks: perhatian berkelanjutan, terbagi, atau selektif, serta kecepatan pemrosesan.
  • Fungsi eksekutif: perencanaan, pengambilan keputusan, dan fleksibilitas.
  • Delirium: gangguan perhatian, kesadaran, dan kognisi yang berkembang dalam waktu singkat.

Dalam praktik klinik, tes kognitif multidomain seperti Mini-Mental State Examination (MMSE) dan Montreal Cognitive Assessment (MoCA) sering digunakan untuk evaluasi pasien dengan gangguan kognitif. MMSE merupakan tes skrining kognitif yang paling umum digunakan, sedangkan MoCA lebih efektif untuk deteksi gangguan kognitif ringan di klinik dan penelitian13. MMSE dinilai kurang sensitif untuk mendeteksi gangguan kognitif ringan, sedangkan MoCA menawarkan kompleksitas yang lebih tinggi dan mencakup item fungsi eksekutif yang tidak terdapat pada MMSE13.

Item penilaian MMSE dan MoCA serta alokasi poin untuk setiap komponen.
Item Penilaian MMSE (Poin) MoCA (Poin)
Orientasi waktu dan tempat 10 6
Mengeja kata secara terbalik 5 Pengurangan angka 7, Tes kewaspadaan huruf "A"
Mendengar dan menyebutkan kembali angka 5 6
Mengikuti perintah bertahap 4 4 (Trailmaking test, Kelancaran verbal huruf F)
Penamaan benda 3 Penamaan (singa, badak, unta)
Meniru gambar pentagon 1 6 (Visuoconstructional, menggambar jam, menyalin kubus)
Mengingat kembali kata 3 5
Menulis kalimat spontan 1 2 (Repetisi, abstraksi)
Total Skor 30 30

Faktor Risiko Disfungsi Kognitif Pascabedah

Faktor risiko disfungsi neurokognitif pascabedah terdiri dari faktor risiko prabedah, intraoperatif, dan pascabedah yang dijelaskan sebagai berikut:

Faktor Risiko Prabedah

  • Umur: Usia lanjut merupakan faktor risiko signifikan untuk disfungsi neurokognitif pascabedah dalam jangka pendek maupun panjang. Sepertiga dari pembedahan elektif dilakukan pada individu berusia di atas 65 tahun, dengan 30-40% dari mereka mengalami disfungsi neurokognitif pascabedah17.
  • Tingkat Pendidikan: Pendidikan rendah juga merupakan faktor risiko disfungsi neurokognitif pascabedah, sementara pendidikan tinggi dapat memberikan perlindungan terhadap disfungsi ini17.
  • Faktor Lainnya: Risiko lainnya mencakup riwayat kecelakaan vaskular serebral tanpa gangguan residual, hipertensi, depresi, skor ASA yang tinggi, dan penyakit penyerta seperti diabetes melitus dan riwayat stroke8,17.

Faktor Risiko Intraoperatif

  • Jenis Operasi: Prevalensi disfungsi neurokognitif pascabedah berbeda antara operasi jantung dan non-jantung. Operasi jantung, khususnya coronary artery bypass grafting (CABG), sering kali menyebabkan perubahan dinamis dalam aliran darah dan perfusi otak, serta durasi anestesi yang lebih lama, yang berkaitan dengan peningkatan risiko perubahan kognitif pascabedah17.
  • Agen Anestesi: Agen anestesi volatil terkait dengan potensi disfungsi neurokognitif pascabedah melalui perubahan tubulin dan fosforilasi tau. Anestesi umum dengan isofluran dapat menyebabkan apoptosis neuron di hipokampus. Selain itu, sevoflurane dan isofluran meningkatkan akumulasi amiloid-β pada tikus transgenik dan tipe wild. Penelitian pada pasien lanjut usia menunjukkan bahwa anestesi yang berbeda memberikan efek yang berbeda pada risiko disfungsi neurokognitif pascabedah17.
  • Durasi dan Kedalaman Anestesi: Durasi anestesi yang lebih lama dan anestesi dalam dapat meningkatkan risiko disfungsi neurokognitif pascabedah. Pemantauan dengan indeks bispektral (BIS) antara 40–60 dan 60–80 selama anestesi umum menunjukkan kejadian disfungsi neurokognitif pascabedah yang lebih rendah pada pasien usia lanjut17.

Faktor Risiko Pascabedah

Pasien yang mengalami delirium pascabedah setelah operasi jantung menunjukkan penurunan kognitif yang signifikan dalam satu tahun setelah operasi. Komplikasi pascabedah, termasuk komplikasi paru dan infeksi, serta kondisi seperti depresi, dapat meningkatkan risiko disfungsi neurokognitif pascabedah. Pengelolaan nyeri yang agresif dengan opioid intravena dapat meningkatkan risiko disfungsi neurokognitif ini17.

Patofisiologi Disfungsi Kognitif Pascabedah pada Geriatri

Patofisiologi disfungsi kognitif pascabedah melibatkan berbagai faktor, termasuk stres pembedahan, peradangan sistemik atau sistem saraf pusat, disfungsi sawar darah-otak, perubahan homeostasis hormonal, ekskresi kortisol, ketidakseimbangan neurotransmitter (seperti asetilkolin, serotonin, dopamin, GABA, dan glutamat), efek anestesi, neurotoksisitas langsung, paparan anestesi umum berulang, efek GABA dan NMDA, penurunan kadar asetilkolin, penurunan aktivitas neuronal, dan akumulasi beta-amiloid serta fosfo-tau18.

Stres pembedahan memicu pelepasan zat intraseluler, seperti RNA, dari jaringan yang rusak, yang dikenali oleh reseptor pada sel imun. Mediator inflamasi yang dilepaskan meningkatkan ekspresi faktor pro-inflamasi seperti interleukin-6 (IL-6) oleh makrofag dalam sirkulasi. Faktor-faktor terkait dari sistem imun perifer ini dapat memicu respons sentral melalui saraf aferen vagus atau sawar darah-otak, memperparah neuroinflamasi. Pada kondisi ini, mikroglia, makrofag dari sumsum tulang, sel mast, dan sel T di sistem saraf pusat turut melepaskan lebih banyak sitokin inflamasi sebagai respons terhadap trauma pembedahan, yang dapat memperburuk gangguan kognitif9.

Peningkatan sitokin inflamasi juga menyebabkan disfungsi endotel dan gangguan pada tight junctions, meningkatkan permeabilitas sawar darah-otak. Sitokin inflamasi sistemik yang menembus sawar darah-otak memicu neuroinflamasi dan aktivasi imun neuronal, termasuk mikroglia dan astrosit. Mediator inflamasi yang dihasilkan dalam otak menghambat neurogenesis, meningkatkan disfungsi sinaptik, dan menyebabkan kematian neuronal19.

Pada otak yang menua, mikroglia cenderung lebih mudah teraktivasi melalui inflammasom NLRP3, yang menghasilkan reaksi inflamasi berlebihan. Aktivasi NLRP3 ini memicu pelepasan ROS, peningkatan mtDNA ekstraseluler, dan kematian neuron, yang dapat memperparah gangguan kognitif9.

Peran Interleukin-6 pada Neuroinflamasi dan Disfungsi Kognitif Pascabedah pada Geriatri

Sitokin proinflamasi interleukin-6 (IL-6) memiliki peran penting dalam pengembangan, diferensiasi, regenerasi, dan degenerasi sel neuron. IL-6 dapat berfungsi sebagai molekul yang menguntungkan maupun merusak. IL-6 diproduksi dalam sel imun termasuk makrofag, sel glial, dan neuron. IL-6 bekerja melalui reseptor kompleks gp130/IL6ST untuk mengatur inflamasi. Sinyal IL-6 pada neuron penting untuk tindakan neurotropin pro-regeneratif seperti nerve growth factor (NGF)20.

Neuroinflamasi adalah respons inflamasi dalam otak atau sumsum tulang belakang, yang sebagian besar dimediasi oleh mikroglia melalui pelepasan sitokin intraserebral. Mikroglia dapat berperan sebagai fenotipe M1 (pro-inflamasi) atau M2 (anti-inflamasi). Fenotipe M1, diaktifkan oleh LPS dan sitokin proinflamasi IFN-γ, menghasilkan metabolit oksidatif, protease, dan sitokin seperti IL-1β, IL-6, dan TNF-α. Sementara itu, fenotipe M2, diaktifkan oleh IL-4 dan IL-13, berperan dalam perbaikan jaringan dan angiogenesis21.

Selama pembedahan, kerusakan jaringan memicu respons inflamasi yang menyebabkan aktivasi mikroglia. Mikroglia yang teraktivasi dapat menurunkan produksi faktor pertumbuhan, memperluas pemangkasan sinaptik, dan meningkatkan produksi sitokin proinflamasi, seperti BDNF, TNFα, IL-1, dan IL-6. Sitokin ini dapat berdampak negatif pada fungsi neuron dengan menghambat neuroplastisitas dan neurogenesis, yang dapat memperburuk gangguan kognitif7.

Inflamasi yang tidak terkendali selama periode pascabedah dapat menyebabkan keadaan inflamasi kronis. Penelitian menunjukkan bahwa kadar IL-6 meningkat setelah trauma bedah, dengan puncaknya pada 24 jam setelah operasi. IL-6 kini dianggap sebagai biomarker neuroinflamasi, termasuk dalam kondisi seperti depresi dan penyakit Alzheimer. Hubungan antara neuroinflamasi dan gangguan kognitif jangka panjang mengindikasikan bahwa IL-6 mungkin berperan dalam perkembangan gangguan kognitif pascabedah22.

Penelitian Ruhnau dan kolega menunjukkan bahwa kadar IL-6 serum yang lebih tinggi pada periode awal pascabedah berkorelasi dengan kejadian delirium pascabedah yang lebih tinggi. Penelitian ini mengindikasikan bahwa variabel inflamasi serum dini dapat menjadi prediktor delirium pascabedah pada pasien berusia ≥65 tahun23,32.

Pencegahan Disfungsi Kognitif Pascabedah

Pasien dengan risiko tinggi disfungsi neurokognitif pascabedah sebaiknya diidentifikasi sebelum operasi dan dinilai secara kognitif. Jika memungkinkan, faktor predisposisi perlu dimodifikasi sehingga pasien siap untuk menjalani operasi. Mempersiapkan pasien dan kerabatnya dengan memberi tahu tentang kemungkinan perubahan kognitif pascabedah juga penting. Puasa praoperasi dan dehidrasi dalam waktu lama harus dihindari, serta penundaan operasi yang tidak perlu. Orientasi ulang pasien selama peri- dan pascabedah dapat membantu mengurangi risiko19.

Pencegahan disfungsi neurokognitif pascabedah dapat dilakukan melalui intervensi pada fase praoperatif, intraoperatif, dan pascabedah. Tindakan pencegahan ini meliputi:

Intervensi Prabedah

Pemeriksaan awal pasien penting untuk identifikasi dan pencegahan disfungsi kognitif pascabedah. Tes neuropsikologis sebaiknya dilakukan sebelum dan sesudah operasi. Latihan kognitif dan olahraga juga terbukti bermanfaat untuk pencegahan disfungsi ini. Prekondisi natrium parecoxib bersama dexmedetomidine dapat mengurangi kejadian disfungsi kognitif pada pasien yang menjalani artroskopi27.

Intervensi Intraoperatif

Selama fase intraoperatif, paparan minimal terhadap anestesi dengan pemantauan ketat dapat membantu. Penggunaan anestesi inhalasi pada operasi jantung menunjukkan hasil skor MMSE yang lebih baik dibandingkan anestesi intravena. Penggunaan propofol pada pasien lanjut usia juga terbukti mengurangi kejadian disfungsi kognitif dibandingkan dengan midazolam27.

Intervensi Pascabedah

Intervensi pascabedah meliputi dukungan untuk menggunakan alat bantu seperti kacamata dan alat bantu dengar, serta pelepasan kateter dan slang secara dini. Pendekatan lain yang terbukti efektif dalam meningkatkan fungsi kognitif pada lanjut usia meliputi intervensi diet, program latihan fisik, stimulasi otak, dan pelatihan kognitif19.

Agen Anti-inflamasi untuk Intervensi Pasien dengan Disfungsi Kognitif Pascabedah

Intervensi medis yang menunda atau menghentikan aktivasi mikroglia dapat berpotensi mencegah penurunan fungsi kognitif. Penelitian telah menunjukkan bahwa beberapa obat antiinflamasi, seperti inhibitor COX-2, ketamin, dan lidokain, efektif dalam mengurangi kejadian disfungsi neurokognitif pascabedah7.

Ketamin

Ketamin adalah anestesi umum dengan berbagai efek farmakologis yang berpotensi bersifat neuroprotektif. Ketamin mencegah ekspansi peradangan lokal tanpa menghambat proses inflamasi dan memperlambat resolusi peradangan. Penelitian menunjukkan bahwa ketamin dapat mengurangi kejadian disfungsi kognitif dalam operasi jantung, meskipun temuan ini belum dapat direplikasi dalam operasi non-jantung7.

Lidokain

Lidokain, anestesi lokal dan antiaritmia, berperan dalam menargetkan saluran natrium berpagar tegangan yang berkaitan dengan nyeri neuropatik dan inflamasi. Efek analgesik lidokain juga dipercaya dapat mengurangi respons inflamasi. Penelitian menunjukkan peningkatan fungsi kognitif secara keseluruhan pada pasien yang menerima dosis lidokain untuk disfungsi kognitif pascabedah7.

Kortikosteroid

Kortikosteroid, seperti dexametason, bekerja dengan mengurangi fase inflamasi melalui penghambatan fosfolipase. Dexametason diketahui menekan produksi mediator inflamasi dan memiliki efek analgesik serta antiemetik, yang bermanfaat untuk mengurangi komplikasi pascabedah. Pemberian dexametason sebelum operasi dapat mengurangi kejadian disfungsi kognitif pascabedah dan memperbaiki fungsi kognitif28,29.

Deksmedetomidin

Deksmedetomidin memiliki efek neuroprotektif yang dipercaya dapat mengurangi delirium perioperatif. Sebagai agonis alfa-2, deksmedetomidin memberikan sedasi tanpa mempengaruhi fungsi pernapasan, serta meniru tidur fisiologis yang dalam. Obat ini juga menekan peradangan, memberikan efek analgesik, dan melindungi sistem saraf pusat8.

Obat Anti-inflamasi Nonsteroid (NSAID)

Obat antiinflamasi parecoxib, inhibitor COX-2 selektif, mengurangi mediator inflamasi neurotoksik yang berkaitan dengan disfungsi kognitif. Etoricoxib juga efektif dalam menghambat neuroinflamasi yang disebabkan oleh kolkisin pada tikus dan mengurangi kejadian demensia pada manusia8,35.

Kesimpulan

Disfungsi kognitif akibat anestesi dan pembedahan dapat terjadi pada semua kelompok usia, namun paling sering terjadi pada pasien geriatri. Kondisi ini menyebabkan gangguan pada kognisi, orientasi, memori, dan tidur. Dalam jangka pendek, disfungsi ini dapat memperburuk komplikasi pascabedah lainnya, memperpanjang waktu rawat inap, dan meningkatkan biaya kesehatan.

Patofisiologi disfungsi kognitif pascabedah bersifat multifaktorial dan semakin kompleks seiring bertambahnya usia pasien, yang memperburuk hasil klinis mereka. Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi pasien dengan risiko tinggi mengalami disfungsi kognitif sebelum operasi. Dengan identifikasi yang tepat, pencegahan selama proses praoperasi, intraoperatif, dan pascabedah serta intervensi yang efektif dapat membantu mengurangi risiko disfungsi kognitif pascabedah pada pasien geriatri.


Daftar Pustaka
  1. Borchers F, Rumpel M, Laubrock J, Spies C, Kozma P, Slooter A, et al. Cognitive reserve and the risk of postoperative neurocognitive disorders in older age. Front Aging Neurosci. 2023;15(February):1–10.
  2. Travica N, Lotfaliany M, Marriott A, Safavynia SA, Lane MM, Gray L, et al. Peri-Operative Risk Factors Associated with Post-Operative Cognitive Dysfunction (POCD): An Umbrella Review of Meta-Analyses of Observational Studies. J Clin Med. 2023;12(4).
  3. Liu Y, Fu H, Wang T. Neuroinflammation in perioperative neurocognitive disorders: From bench to the bedside. CNS Neurosci Ther. 2022;28(4):484–96.
  4. Cascella M, Bimonte S. The role of general anesthetics and the mechanisms of hippocampal and extra-hippocampal dysfunctions in the genesis of postoperative cognitive dysfunction. Neural Regen Res. 2017;12(11):1780–5.
  5. Wu Y, Yu C, Gao F. Risk factors for postoperative cognitive dysfunction in elderly patients undergoing surgery for oral malignancies. Perioper Med. 2023;12(1):1–9.
  6. Rengel KF, Boncyk CS, DiNizo D, Hughes CG. Perioperative Neurocognitive Disorders in Adults Requiring Cardiac Surgery: Screening, Prevention, and Management. Semin Cardiothorac Vasc Anesth. 2023;27(1):25–41.
  7. Jorna LS, Spikman, Jacoba M Schoemaker R, Leeuwen, van B, Sommer IEC. The efficacy of anti-inflammatory medication in postoperative cognitive decline. J Neurol Neurosci. 2020;11(3):318.
  8. Brodier EA, Cibelli M. Postoperative cognitive dysfunction in clinical practice. BJA Educ. 2021;21(2):75–82.
  9. Lin X, Chen Y, Zhang P, Chen G, Zhou Y, Yu X. The potential mechanism of postoperative cognitive dysfunction in older people. Exp Gerontol. 2020;130(October 2019):110791.
  10. Evered LA, Scott DA, Sanders R. Volatile versus intravenous anaesthesia and perioperative neurocognitive disorders: anything to see here? Br J Anaesth. 2023;131(2):191–3.
  11. Vacas S, Cole DJ, Cannesson M. Cognitive Decline Associated With Anesthesia and Surgery in Older Patients. JAMA. 2021;326(9):863–4.
  12. Singarimbun DA, Indriasari I, Maskoen TT. Perbandingan Postoperative Cognitive Dysfunction (POCD) Fase Akut PascaJoint Arthroplasty pada Pasien Usia Lanjut Antara Anestesi Umum dan Anestesi Epidural. J Anestesi Perioper. 2018;6(2):80–8.
  13. Trzepacz PT, Hochstetler H, Wang S, Walker B, Saykin AJ. Relationship between the Montreal Cognitive Assessment and Mini-mental State Examination for assessment of mild cognitive impairment in older adults. BMC Geriatr [Internet]. 2015;15(1):1–9. Available from: http://dx.doi.org/10.1186/s12877-015-0103-3
  14. Jia X, Wang Z, Huang F, Su C, Du W, Jiang H, et al. A comparison of the Mini-Mental State Examination (MMSE) with the Montreal Cognitive Assessment (MoCA) for mild cognitive impairment screening in Chinese middle-aged and older population: a cross-sectional study. BMC Psychiatry. 2021;21(1):1–13.
  15. Luis CA, Keegan AP, Mullan M. Cross validation of the Montreal Cognitive Assessment in community dwelling older adults residing in the Southeastern US. Int J Geriatr Psychiatry. 2009;24(2):197–201.
  16. Fasnacht JS, Wueest AS, Berres M, Thomann AE, Krumm S, Gutbrod K, et al. Conversion between the Montreal Cognitive Assessment and the Mini-Mental Status Examination. J Am Geriatr Soc. 2023;71(3):869–79.
  17. Yang X, Huang X, Li M, Jiang Y, Zhang H. Identification of individuals at risk for postoperative cognitive dysfunction (POCD). Ther Adv Neurol Disord. 2022;15:1–18.
  18. Nelli J, Culley DJ, Crosby G. Postoperative Cognitive Dysfunction: An Overview. Perioper Neurocognitive Disord. 2019;24–33.
  19. Tasbihgou SR, Absalom AR. Postoperative neurocognitive disorders. Korean J Anesthesiol. 2021;74(1):15–22.
  20. Sebba A. Pain: A review of interleukin-6 and its roles in the pain of rheumatoid arthritis. Open Access Rheumatol Res Rev. 2021;13:31–43.
  21. Pereira C, Dani M, Taylor-Robinson SD, Fertleman M. Putative Involvement of Cytokine Modulation in the Development of Perioperative Neurocognitive Disorders. Int J Gen Med. 2022;15(June):5349–60.
  22. Barreto Chang OL, Maze M. Defining the role of Interleukin-6 for the development of perioperative neurocognitive disorders: Evidence from clinical and preclinical studies. Front Aging Neurosci. 2023;14:0–7.
  23. Ruhnau J, Müller J, Nowak S, Strack S, Sperlich D, Pohl A, et al. Serum Biomarkers of a Pro-Neuroinflammatory State May Define the Pre-Operative Risk for Postoperative Delirium in Spine Surgery. Int J Mol Sci. 2023;24(12):1–13.
  24. Taylor J, Wu JG, Kunkel D, Pearce RA, Lennertz R, Sanders RD. Resolution of elevated interleukin-6 after surgery is associated with return of normal cognitive function. Neurosci Neuroanathesia. 2023;131(4):694–704.
  25. Saxena S, Rodts C, Nuyens V, Seidel L, Albert A, Boogaerts J, et al. Early postoperative risk prediction of neurocognitive decline. Br J Anaesth. 2022;128(4):e266–7.
  26. Yang T, Velagapudi R, Terrando N. Neuroinflammation after surgery: from mechanisms to therapeutic targets. Nat Immunol. 2020;21(11):1319–26.
  27. Liu B, Huang D, Guo Y, Sun X, Chen C, Zhai X, et al. Recent advances and perspectives of postoperative neurological disorders in the elderly surgical patients. CNS Neurosci Ther. 2022;28(4):470–83.
  28. Fernández-Martín U, Lisbona-González MJ, Vallecillo-Rivas M, Mallo-Magariños M, Herrera-Briones FJ. Effect of Preoperative Administration of Dexamethasone vs. Methylprednisolone in Surgical Extraction of Impacted Lower Third Molars: Randomized Controlled Clinical Trial. J Clin Med. 2024;13:4614.
  29. Takdir Musba A, Tanra H, Yusuf I, Ahmad R. The preoperative single dose dexamethasone effect to pro-and anti-inflammatory cytokine during orthopedic surgery. Indian J Pain. 2015;29(2):100.
  30. Johnson DB, Lopez MJ, Kelley B. Dexamethasone. StatPearls Treasure Isl StatPearls Publ. 2023;
  31. Shahraki A, Feizi A, Jabalameli M, Nouri S. The effect of intravenous Dexamethasone on post-cesarean section pain and vital signs: A double-blind randomized clinical trial. J Res Pharm Pract. 2013;2(3):99.
  32. Valentin LSS, Pereira VFA, Pietrobon RS, Schmidt AP, Oses JP, Portela LV, et al. Effects of single low dose of dexamethasone before noncardiac and nonneurologic surgery and general anesthesia on postoperative cognitive dysfunction - A phase III double blind, randomized clinical trial. PLoS One. 2016;11(5):1–12.
  33. Huang J wen, Yang Y fa, Gao X sheng, Xu Z he. A single preoperative low-dose dexamethasone may reduce the incidence and severity of postoperative delirium in the geriatric intertrochanteric fracture patients with internal fixation surgery: an exploratory analysis of a randomized, placebo-controlled trial. J Orthop Surg Res. 2023;18(1):1–11.
  34. Glumac S, Kardum G, Sodic L, Bulat C, Covic I, Carev M, et al. Longitudinal assessment of preoperative dexamethasone administration on cognitive function after cardiac surgery: a 4-year follow-up of a randomized controlled trial. BMC Anesthesiol. 2021;21(1):4–11.
  35. Birmingham B, Buvanendran A. Nonsteroidal anti-inflammatory drugs, acetaminophen, and COX-2 inhibitors. Fifth Edit. Practical Management of Pain: Fifth Edition. Elsevier Inc.; 2013. 553.e5-568.e5.
  36. Al-razzuqi RA, Mehasin WS, Hasan AH. Etoricoxib versus piroxicam in accentuating the cognitive functions. World Bull Public Heal. 2023;(4):236–9.
  37. Sil S, Ghosh T. Etoricoxib inhibits peripheral inflammation and alters immune responses in intracerebroventricular colchicine injected rats. J Neuroimmunol. 2018;317.
  38. Yu-Hao-Xue, Peng Y-S, Ting H-F, Hsi JP. Etoricoxib and Diclofenac Might Reduce the Risk of Dementia in Patients with Osteoarthritis: A Nation-Wide, Population-Based Retrospective Cohort Study. Dement Geriatr Cogn Disord. 2018;45(5):262–71.
  39. Small GW, Siddarth P, Silverman DHS, Ercoli LM, Miller KJ, Lavretsky H, et al. Cognitive and cerebral metabolic effects of celecoxib versus placebo in people with age-related memory loss: Randomized controlled study. Am J Geriatr Psychiatry. 2008;16(12):999–1009.
  40. Srivastava S, Gupta D, Naz A, Rizvi MM, Singh PK. Effects of preoperative single dose Etoricoxib on postoperative pain and sleep after lumbar diskectomy: Prospective randomized double blind controlled study. Middle East J Anesthesiol. 2012;21(5):725–30.
  41. Lierz P, Losch H, Felleiter P. Evaluation of a single preoperative dose of etoricoxib for postoperative pain relief in therapeutic knee arthroscopy: A randomized trial. Acta Orthop. 2012;83(6):642–7.
  42. Renner B, Zacher J, Buvanendran A, Walter G, Strauss J, Brune K. Absorption and distribution of etoricoxib in plasma, CSF, and wound tissue in patients following hip surgery-a pilot study. Naunyn Schmiedebergs Arch Pharmacol. 2010;381(2):127–36.

Ramadhan MF. Disfungsi Kognitif Pascabedah pada Geriatri. Anesthesiol ICU. 2024;11:a1

Artikel terkait: