Hiperkalsemia adalah kondisi elektrolit yang dapat memengaruhi berbagai fungsi tubuh, termasuk sistem kardiovaskular, neuromuskular, dan ginjal. Artikel ini membahas strategi manajemen perioperatif yang komprehensif pada pasien dengan hiperkalsemia, mulai dari penilaian prabedah hingga pemantauan pascabedah, untuk memastikan keselamatan pasien dan meminimalkan risiko komplikasi.


Pendahuluan

Hiperkalsemia adalah kondisi klinis yang ditandai dengan peningkatan kadar kalsium serum di atas batas normal (>10,5 mg/dL atau >2,62 mmol/L). Kalsium adalah elektrolit esensial yang berperan dalam berbagai fungsi tubuh, termasuk kontraksi otot, fungsi saraf, dan koagulasi darah. Namun, kadar kalsium yang terlalu tinggi dapat mengganggu stabilitas membran sel, menyebabkan disritmia jantung, gangguan neurologis, dan gagal ginjal akut.

Ilustrasi dramatis manajemen perioperatif pasien dengan hiperkalsemia
Ilustrasi dramatis manajemen perioperatif pasien dengan hiperkalsemia.

Hiperkalsemia sering kali diklasifikasikan berdasarkan tingkat keparahannya:

  • Ringan: 10,5-12 mg/dL (2,62-3 mmol/L).
  • Sedang: 12-14 mg/dL (3-3,5 mmol/L).
  • Berat: >14 mg/dL (>3,5 mmol/L).

Selain itu, penyebab hiperkalsemia bervariasi, mulai dari hipertiroidisme dan hipoparatiroidisme hingga keganasan seperti multiple myeloma atau metastasis tulang. Dalam konteks perioperatif, hiperkalsemia dapat meningkatkan risiko komplikasi anestesi dan memperburuk hasil pascabedah, sehingga memerlukan perhatian khusus.

Penilaian Prabedah

Penilaian prabedah bertujuan untuk menentukan etiologi hiperkalsemia, mengidentifikasi komplikasi yang telah terjadi, dan mengoptimalkan kondisi pasien sebelum pembedahan. Proses ini melibatkan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, serta stratifikasi risiko perioperatif.

1. Anamnesis

Penggalian riwayat medis pasien meliputi:

  • Riwayat Penyakit: Adanya hipertiroidisme, hipoparatiroidisme, atau keganasan yang diketahui.
  • Riwayat Pengobatan: Penggunaan suplemen kalsium atau vitamin D yang berlebihan dapat memicu hiperkalsemia.
  • Gejala Klinis:
    • Ringan: Lelah, nyeri otot, atau sembelit.
    • Sedang: Mual, muntah, dan poliuria.
    • Berat: Disritmia jantung, kebingungan mental, atau koma.

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien dengan hiperkalsemia dapat menunjukkan tanda-tanda berikut:

  • Hipotensi: Terjadi akibat dehidrasi kronis atau efek vasodilatasi kalsium.
  • Refleks Tendon: Refleks tendon yang berkurang merupakan tanda klasik hiperkalsemia berat.
  • Gangguan Neurologis: Termasuk penurunan kesadaran atau kelemahan otot yang signifikan.

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium meliputi:

  • Kadar Kalsium Serum: Nilai total dan terionisasi membantu menentukan tingkat keparahan hiperkalsemia.
  • Parathyroid Hormone (PTH): PTH tinggi menunjukkan hiperkalsemia primer, sedangkan PTH rendah sering ditemukan pada keganasan.
  • Kreatinin Serum: Hiperkalsemia berat sering menyebabkan gagal ginjal akut.
  • Fosfat Serum: Nilai fosfat yang rendah sering menyertai hiperkalsemia primer.

4. Stratifikasi Risiko Perioperatif

Stratifikasi risiko membantu menentukan kelayakan pasien untuk melanjutkan operasi elektif:

  • Pasien yang Dapat Lanjut Operasi Elektif:
    • Kadar kalsium serum <12 mg/dL tanpa gejala klinis berat.
    • Kondisi stabil secara hemodinamik dan fungsi ginjal memadai.
  • Pasien yang Tidak Dapat Lanjut Operasi Elektif:
    • Kadar kalsium serum >12 mg/dL atau disertai gejala klinis berat seperti disritmia jantung atau penurunan kesadaran.
    • Adanya gangguan fungsi ginjal atau gagal ginjal akut yang belum teratasi.

Koreksi hiperkalsemia pada pasien dengan risiko tinggi harus dilakukan terlebih dahulu sebelum melanjutkan operasi elektif.

Manajemen Intraoperatif

Manajemen intraoperatif pada pasien dengan hiperkalsemia memerlukan perhatian khusus terhadap risiko komplikasi kardiovaskular, neuromuskular, dan ginjal. Tujuan utama adalah menjaga stabilitas hemodinamik, mencegah gangguan irama jantung, dan meminimalkan dampak hiperkalsemia pada organ vital selama pembedahan.

1. Pemilihan Teknik Anestesi

Pemilihan teknik anestesi harus mempertimbangkan kondisi klinis pasien dan komplikasi yang terkait dengan hiperkalsemia:

  • Anestesi Umum:
    • Kelebihan: Memberikan kontrol penuh terhadap jalan napas dan ventilasi, yang penting untuk pasien dengan gangguan kesadaran atau depresi pernapasan.
    • Kekurangan: Agen anestesi inhalasi tertentu, seperti sevofluran dan desfluran, dapat memengaruhi stabilitas jantung, terutama pada pasien dengan disritmia akibat hiperkalsemia.
    • Pertimbangan Khusus: Hindari penggunaan suksinilkolin karena risiko hiperkalemia sekunder pada pasien dengan hiperkalsemia berat.
  • Anestesi Regional:
    • Kelebihan: Mengurangi risiko komplikasi kardiovaskular terkait anestesi umum.
    • Kekurangan: Efek hipotensi simpatis dapat diperburuk oleh hiperkalsemia, sehingga memerlukan pemantauan tekanan darah yang ketat.

2. Pemantauan Intraoperatif

Pemantauan ketat diperlukan untuk mendeteksi komplikasi dini dan memastikan stabilitas selama prosedur:

  • EKG: Hiperkalsemia dapat menyebabkan interval QT pendek, depresi segmen ST, dan risiko disritmia seperti fibrilasi atrium atau takikardia ventrikel. Pemantauan kontinu sangat penting.
  • Tekanan Darah: Hipotensi dapat terjadi akibat efek vasodilatasi kalsium atau hipovolemia. Pemantauan tekanan darah invasif direkomendasikan untuk pasien dengan risiko tinggi.
  • Status Elektrolit: Pantau kadar kalsium serum selama operasi, terutama pada kasus hiperkalsemia berat atau setelah intervensi farmakologis.

3. Pengelolaan Komplikasi Akut

Langkah-langkah berikut dapat dilakukan untuk mengatasi komplikasi intraoperatif akibat hiperkalsemia:

  • Gangguan Irama Jantung:
    • Berikan kalsium glukonat 10% (10-20 mL IV) untuk menstabilkan membran jantung.
    • Jika diperlukan, gunakan antiaritmia seperti amiodaron (300 mg IV bolus).
  • Hipotensi:
    • Berikan cairan intravena (NaCl 0,9%) untuk memperbaiki hipovolemia.
    • Jika hipotensi persisten, gunakan vasopresor seperti norepinefrin (2-10 mcg/min).
  • Gangguan Neuromuskular:
    • Pantau fungsi otot dan refleks tendon. Jika terjadi kelemahan signifikan, pertimbangkan pemberian kalsitonin untuk menurunkan kadar kalsium serum.

4. Penanganan Krisis Hiperkalsemia

Krisis hiperkalsemia merupakan kondisi darurat yang memerlukan intervensi cepat. Penanganan meliputi:

  • Hidrasi Intravenous: Berikan NaCl 0,9% dengan laju 200-500 mL/jam untuk meningkatkan ekskresi kalsium melalui ginjal.
  • Diuretik Loop: Furosemid (20-40 mg IV) dapat digunakan setelah rehidrasi adekuat untuk mencegah kelebihan cairan.
  • Bisfosfonat: Zoledronat (4 mg IV infus selama 15 menit) atau pamidronat (60-90 mg IV) dapat digunakan untuk menghambat resorpsi tulang.
  • Kalsitonin: Dosis awal 4 IU/kg setiap 12 jam secara subkutan atau intramuskular dapat diberikan untuk menurunkan kadar kalsium serum dengan cepat.

5. Kolaborasi Multidisiplin

Manajemen intraoperatif pasien dengan hiperkalsemia memerlukan kerja sama antara dokter anestesi, ahli endokrin, dan tim bedah. Pendekatan multidisiplin memastikan pemantauan yang efektif dan intervensi yang tepat selama prosedur.

Manajemen Pascabedah

Setelah prosedur pembedahan selesai, manajemen pascabedah pada pasien dengan hiperkalsemia bertujuan untuk memastikan stabilitas klinis, mengoreksi kadar kalsium secara bertahap, dan mencegah komplikasi serta kekambuhan. Langkah-langkah ini melibatkan pemantauan laboratorium, penanganan komplikasi pascabedah, dan edukasi pasien untuk mengurangi risiko hiperkalsemia berulang.

1. Koreksi Kadar Kalsium

Koreksi kadar kalsium pascabedah harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari penurunan kalsium yang terlalu cepat, yang dapat menyebabkan hipokalsemia:

  • Hidrasi Intravenous: Berikan cairan NaCl 0,9% untuk meningkatkan ekskresi kalsium melalui ginjal.
  • Diuretik Loop: Furosemid (20-40 mg IV) dapat digunakan untuk mempercepat ekskresi kalsium setelah hidrasi adekuat.
  • Bisfosfonat: Zoledronat atau pamidronat digunakan untuk menghambat resorpsi tulang pada pasien dengan hiperkalsemia yang berhubungan dengan keganasan.
  • Kalsitonin: Digunakan untuk menurunkan kadar kalsium serum dengan cepat pada kasus hiperkalsemia berat (>14 mg/dL).

2. Pemantauan Laboratorium

Pemantauan laboratorium pascabedah diperlukan untuk memastikan kadar kalsium dan fungsi organ vital tetap dalam batas normal:

  • Kadar Kalsium Serum: Lakukan pemeriksaan setiap 12-24 jam pada 48 jam pertama, kemudian sesuaikan dengan stabilitas klinis pasien.
  • Fungsi Ginjal: Pantau kadar kreatinin serum untuk memastikan ekskresi kalsium yang memadai.
  • Kadar Fosfat: Hiperkalsemia sering disertai hipofosfatemia, yang perlu dikoreksi untuk mencegah komplikasi metabolik.

3. Pemantauan Klinis

Observasi klinis yang cermat diperlukan untuk mendeteksi komplikasi pascabedah yang mungkin terjadi:

  • Gangguan Irama Jantung: Pantau EKG untuk mendeteksi perubahan seperti interval QT yang pendek atau risiko disritmia lainnya.
  • Tekanan Darah: Hipotensi harus diatasi dengan pemberian cairan intravena atau vasopresor jika diperlukan.
  • Status Neuromuskular: Amati tanda-tanda kelemahan otot atau refleks tendon yang menurun, terutama pada pasien dengan hiperkalsemia berat.

4. Penanganan Komplikasi Pascabedah

Komplikasi yang mungkin terjadi setelah pembedahan pada pasien dengan hiperkalsemia meliputi:

  • Disritmia Jantung:
    • Berikan kalsium glukonat IV untuk menstabilkan membran jantung.
    • Gunakan antiaritmia seperti amiodaron (300 mg IV bolus) jika diperlukan.
  • Hipotensi:
    • Pertimbangkan pemberian cairan isotonik dan vasopresor untuk menjaga tekanan darah yang memadai.
  • Gangguan Neurologis:
    • Jika ditemukan perubahan status mental, lakukan evaluasi segera untuk memastikan tidak ada komplikasi neurologis seperti ensefalopati.

5. Pencegahan Kekambuhan

Pencegahan kekambuhan hiperkalsemia memerlukan pendekatan yang komprehensif, termasuk modifikasi gaya hidup dan pengelolaan farmakologis:

  • Hindari Suplemen Berlebihan: Edukasi pasien untuk menghindari konsumsi suplemen kalsium atau vitamin D tanpa pengawasan medis.
  • Identifikasi Penyebab Utama: Pastikan etiologi hiperkalsemia, seperti hipertiroidisme atau keganasan, telah ditangani dengan adekuat.
  • Kontrol Rutin: Anjurkan pasien untuk melakukan pemeriksaan laboratorium berkala, termasuk kadar kalsium dan fungsi ginjal.

6. Edukasi Pasien

Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga adalah langkah penting dalam mencegah kekambuhan hiperkalsemia:

  • Makanan: Sarankan untuk menghindari makanan tinggi kalsium, seperti susu dan produk olahannya, kecuali direkomendasikan oleh dokter.
  • Hidrasi: Anjurkan pasien untuk menjaga hidrasi yang baik untuk membantu ekskresi kalsium melalui ginjal.
  • Pemantauan Gejala: Edukasi pasien untuk segera melaporkan gejala seperti kelemahan otot, mual, atau palpitasi.

7. Kolaborasi Multidisiplin

Manajemen pascabedah memerlukan kerja sama antara dokter anestesi, ahli endokrinologi, dan tim nefrologi untuk memastikan pemantauan dan koreksi yang tepat. Pendekatan multidisiplin ini sangat penting untuk mencegah komplikasi jangka panjang dan meningkatkan kualitas hidup pasien.

Kesimpulan

Hiperkalsemia adalah kondisi elektrolit yang serius, terutama dalam konteks perioperatif. Manajemen yang efektif memerlukan pendekatan yang terintegrasi mulai dari penilaian prabedah, manajemen intraoperatif, hingga pemantauan pascabedah. Penilaian prabedah yang mencakup stratifikasi risiko dan koreksi kadar kalsium adalah langkah penting untuk menentukan kelayakan operasi. Selama prosedur, pemantauan ketat terhadap tanda vital dan penanganan komplikasi segera sangat krusial. Pascaoperasi, perhatian diberikan pada pemantauan laboratorium, koreksi kadar kalsium secara bertahap, serta pencegahan kekambuhan melalui edukasi dan tindak lanjut.

Pendekatan multidisiplin yang melibatkan dokter anestesi, ahli endokrinologi, dan nefrologi sangat penting untuk memastikan keselamatan pasien dan hasil klinis yang optimal.


Daftar Pustaka
  1. Marx SJ. Hypercalcemia and hypocalcemia. N Engl J Med. 2000;343(25):1863-1875.
  2. UpToDate. Hypercalcemia: diagnosis and treatment. Accessed 2025.
  3. Palmer BF. The pathophysiology of hypercalcemia. J Am Soc Nephrol. 2021;32(6):1227-1238.
  4. Felsenfeld AJ, Levine BS. Approach to treatment of hypocalcemia. Clin J Am Soc Nephrol. 2012;7(2):401-407.
  5. Endocrine Society. Clinical practice guidelines for hypercalcemia management. J Clin Endocrinol Metab. 2018;103(1):285-296.
  6. Barash PG, et al. Clinical Anesthesia. 8th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2017.
  7. Keeley PW, et al. Bisphosphonate therapy in hypercalcemia. J Clin Pharmacol. 2020;35(3):477-490.
  8. Cooper MS, Gittoes NJ. Diagnosis and management of hypercalcemia. BMJ. 2008;336(7656):1298-1302.
  9. Sakaguchi Y, et al. Hypercalcemia in chronic kidney disease. Nephrol Dial Transplant. 2021;36(4):703-710.
  10. Fawcett WJ, et al. Calcium physiology in the perioperative period. Anesthesia. 2018;73(6):729-740.

Ramadhan MF. Manajemen Perioperatif pada Pasien dengan Hiperkalsemia. Anesthesiol ICU. 2025;1:a24

Artikel terkait: