Venous Air Embolism (VAE) adalah kondisi langka namun serius yang dapat terjadi selama prosedur bedah tertentu, terutama dalam posisi sitting atau saat manipulasi pembuluh darah besar. Kondisi ini memerlukan penanganan yang cepat dan tepat untuk menghindari komplikasi yang mengancam jiwa.
Pendahuluan
Venous Air Embolism (VAE) merupakan kondisi klinis serius yang terjadi ketika udara masuk ke dalam sistem vena dan menyebabkan gangguan hemodinamik yang signifikan. Meski jarang terjadi, VAE memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi jika tidak dikenali dan ditangani secara tepat.

Artikel ini bertujuan untuk memberikan panduan lengkap terkait penanganan perioperatif pasien dengan risiko VAE. Pembahasan mencakup patofisiologi, faktor risiko, gejala klinis, dan pendekatan manajemen dari fase prabedah hingga pascabedah.
Venous Air Embolism (VAE)
Fisiologi
Fisiologi Aliran Vena: Sistem vena membawa darah yang rendah oksigen dari jaringan kembali ke jantung kanan. Tekanan vena biasanya lebih rendah dibandingkan tekanan atmosfer, terutama pada pembuluh darah yang berada di atas level jantung. Perbedaan tekanan ini menciptakan risiko masuknya udara ke dalam sistem vena saat vena terbuka dan terpapar tekanan atmosfer.
Patofisiologi
VAE terjadi ketika tekanan vena menjadi lebih rendah dibandingkan tekanan atmosfer, memungkinkan udara masuk ke dalam sistem vena. Mekanisme ini sering kali terjadi selama pembedahan dengan posisi pasien tertentu, misalnya sitting position, atau saat vena besar terbuka.
Udara yang masuk ke vena akan bergerak ke jantung kanan, menyebabkan obstruksi mekanis di arteri pulmonalis. Hal ini memicu respons inflamasi, vasokonstriksi paru, dan peningkatan resistensi vaskular pulmoner. Akibatnya, terjadi penurunan aliran darah paru, gangguan oksigenasi, dan penurunan cardiac output.
Jika udara dalam jumlah besar masuk ke aliran darah, udara tersebut dapat melewati septum jantung melalui patent foramen ovale (PFO) dan menyebabkan emboli arteri sistemik, termasuk emboli serebral yang mengakibatkan stroke.
Faktor Risiko
Beberapa faktor yang meningkatkan risiko VAE meliputi:
- Posisi Bedah: Posisi sitting atau kepala lebih tinggi dari jantung, seperti pada pembedahan neuro dan ortopedi.
- Prosedur Bedah: Pembedahan kranial, tulang belakang, atau manipulasi pembuluh darah besar.
- Peralatan Medis: Pemasangan atau pelepasan kateter vena sentral.
- Tekanan Negatif Vena: Insuflasi gas selama laparoskopi atau trauma vena besar.
- Kondisi Pasien: Adanya PFO meningkatkan risiko emboli udara sistemik.
Gejala Klinis VAE
Tanda dan gejala klinis VAE sangat bervariasi, tergantung pada jumlah udara yang masuk dan respons fisiologis pasien. Gejala yang sering ditemukan meliputi:
- Hipotensi: Penurunan tekanan darah akibat obstruksi vena cava atau arteri pulmonalis.
- Hipoksemia: Penurunan saturasi oksigen (SpO2) yang disebabkan oleh gangguan oksigenasi.
- Tanda Khas: Murmur mill wheel, yaitu suara berputar khas yang terdengar melalui stetoskop di jantung akibat gelembung udara.
- Takikardia: Denyut jantung meningkat sebagai kompensasi terhadap penurunan cardiac output.
- Gejala Neurologis: Jika emboli mencapai sistemik, dapat muncul gejala stroke seperti hemiparesis, afasia, atau gangguan kesadaran.
Diagnosis VAE
Diagnosis VAE memerlukan kombinasi observasi klinis dan penggunaan alat bantu diagnostik. Beberapa metode diagnostik yang digunakan meliputi:
- Doppler Transesofageal: Deteksi aliran udara di jantung kanan, alat ini sangat sensitif untuk mendeteksi VAE dalam jumlah kecil.
- Ekokardiografi Transesofageal (TEE): Alat yang memberikan visualisasi langsung dari udara di atrium kanan dan ventrikel kanan.
- Analisis Gas Darah Arteri (AGD): Menunjukkan hipokapnia dan hipoksemia, yang merupakan tanda klasik VAE.
- Monitor End-Tidal CO2: Penurunan mendadak nilai ETCO2 (<10%) dapat mengindikasikan VAE.
Stratifikasi Risiko VAE
Stratifikasi risiko dilakukan berdasarkan kondisi pasien, jenis prosedur, dan posisi bedah yang digunakan. Penilaian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pasien dengan risiko tinggi sehingga langkah-langkah pencegahan dapat dilakukan. Faktor yang perlu diperhatikan meliputi:
- Kondisi Medis: Pasien dengan PFO memiliki risiko lebih tinggi mengalami komplikasi sistemik.
- Jenis Prosedur: Operasi neuro dan ortopedi dalam posisi sitting atau bedah kranial.
- Riwayat Emboli: Pasien dengan riwayat emboli udara sebelumnya memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kejadian ulang.
Strategi Pencegahan Berdasarkan Risiko
Pasien dengan risiko tinggi harus menjalani evaluasi dan pencegahan lebih intensif, termasuk:
- Posisi Pasien: Hindari posisi kepala lebih tinggi dari jantung jika memungkinkan.
- Pemantauan Ketat: Pasang Doppler transkranial atau transesofageal untuk deteksi dini udara.
- Manipulasi Bedah: Hindari trauma pembuluh darah besar atau lakukan tindakan dengan tekanan positif.
Optimalisasi Prabedah
Optimalisasi prabedah bertujuan untuk mengidentifikasi risiko dan mempersiapkan pasien dengan baik sebelum prosedur dilakukan. Berikut langkah-langkah yang harus diambil:
1. Evaluasi Risiko
- Riwayat Medis: Identifikasi faktor risiko, seperti patent foramen ovale (PFO), penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), atau gangguan kardiovaskular.
- Pemeriksaan Fisik: Lakukan evaluasi fungsi kardiopulmoner secara menyeluruh.
- Pemeriksaan Penunjang: Ekokardiografi untuk mendeteksi PFO, dan spirometri untuk mengevaluasi fungsi paru.
2. Strategi Pencegahan
- Modifikasi Posisi: Gunakan posisi Trendelenburg atau supine untuk mengurangi risiko udara masuk ke vena.
- Optimalkan Volume Intravaskular: Berikan cairan intravena untuk meningkatkan tekanan vena dan mengurangi kemungkinan udara masuk.
- Monitor yang Sesuai: Pasang monitor end-tidal CO2 (ETCO2) dan Doppler transkranial untuk deteksi dini.
3. Persiapan Alat dan Obat
- Kateter Vena Sentral: Pasang kateter di vena subklavia atau vena jugularis untuk memungkinkan aspirasi udara jika terjadi emboli.
- Obat-Obatan: Siapkan oksigen 100%, vasopresor seperti norepinefrin (0,05-0,1 mcg/kg/menit), dan cairan kristaloid untuk manajemen hemodinamik.
Manajemen Intraoperatif
Manajemen intraoperatif berfokus pada pencegahan dan deteksi dini VAE, serta intervensi cepat jika kondisi ini terjadi. Berikut langkah-langkah penting yang harus dilakukan:
1. Pencegahan Selama Operasi
- Posisi Pasien: Jika operasi membutuhkan posisi sitting, pastikan sudut kepala tidak terlalu tinggi untuk mengurangi risiko udara masuk.
- Teknik Bedah: Hindari pembukaan vena besar tanpa proteksi tekanan positif.
- Pemantauan Ketat: Gunakan Doppler transesofageal atau transkranial untuk deteksi dini udara di vena.
2. Deteksi dan Penanganan VAE
- Pemantauan: Penurunan ETCO2 secara mendadak (<10%) atau deteksi murmur mill wheel harus dianggap sebagai tanda VAE.
- Aspirasi Udara: Segera aspirasi udara melalui kateter vena sentral jika tersedia.
- Peningkatan Oksigenasi: Berikan oksigen 100% untuk mengurangi gelembung udara dan meningkatkan tekanan oksigen parsial dalam darah.
- Posisi Durant: Tempatkan pasien dalam posisi Trendelenburg kiri lateral untuk menjebak udara di apex ventrikel kanan.
3. Intervensi Farmakologi
- Vasopresor: Gunakan norepinefrin atau epinefrin untuk mempertahankan tekanan darah sistemik.
- Terapi Cairan: Berikan bolus cairan kristaloid 500-1000 mL untuk mengurangi efek obstruksi vena oleh udara.
4. Penanganan Komplikasi
Jika terjadi komplikasi seperti hipoksemia berat atau gagal jantung kanan, pertimbangkan langkah-langkah berikut:
- Ventilasi Mekanis: Gunakan tekanan positif akhir ekspirasi (PEEP) untuk mendukung oksigenasi.
- Intervensi Lanjutan: Pertimbangkan penggunaan oksigen hiperbarik untuk kasus berat dengan emboli udara yang melibatkan sistemik.
Manajemen Pascabedah
Setelah prosedur selesai, pasien dengan risiko atau kejadian Venous Air Embolism (VAE) memerlukan pemantauan ketat untuk mendeteksi komplikasi yang mungkin timbul. Langkah-langkah berikut dapat membantu memastikan pemulihan yang optimal:
1. Pemantauan Ketat
- Monitor Hemodinamik: Pantau tekanan darah, denyut jantung, dan saturasi oksigen menggunakan alat monitor invasif jika diperlukan.
- Analisis Gas Darah Arteri (AGD): Lakukan analisis secara berkala untuk mendeteksi hipoksemia atau hiperkapnia residual.
- Ekokardiografi: Gunakan ekokardiografi untuk memeriksa keberadaan udara sisa di atrium atau ventrikel kanan.
2. Penanganan Komplikasi
Jika terjadi komplikasi pascabedah, langkah-langkah berikut dapat dilakukan:
- Hipoksemia Persisten: Berikan oksigen 100% dan pertimbangkan ventilasi mekanis dengan tekanan positif untuk mendukung oksigenasi.
- Emboli Paru: Jika terdapat tanda-tanda emboli paru sekunder, pertimbangkan penggunaan antikoagulan dengan hati-hati.
- Gangguan Kognitif: Jika terjadi gejala neurologis, lakukan CT scan atau MRI untuk mengevaluasi adanya emboli sistemik.
3. Edukasi dan Tindak Lanjut
- Edukasi Pasien: Jelaskan risiko berulangnya VAE dan langkah-langkah pencegahan yang dapat dilakukan.
- Tindak Lanjut: Rencanakan kunjungan kontrol untuk memantau kondisi pasien, terutama jika terdapat riwayat patent foramen ovale atau emboli sebelumnya.
Kesimpulan
Venous Air Embolism adalah kondisi langka namun serius yang memerlukan perhatian khusus selama pembedahan. Dengan memahami patofisiologi, mengenali tanda-tanda klinis, dan mengimplementasikan strategi pencegahan serta penanganan yang tepat, risiko komplikasi dapat diminimalkan.
Manajemen perioperatif pasien dengan VAE memerlukan kolaborasi multidisiplin antara ahli anestesi, ahli bedah, dan tim perawat. Deteksi dini melalui pemantauan invasif dan non-invasif, intervensi yang cepat, serta perencanaan pascabedah yang matang adalah kunci untuk meningkatkan keselamatan pasien.
- Hahn RG. Venous air embolism: Mechanisms and management. Br J Anaesth. 2021;127(3):342-352.
- Woodward CS, Bauman MH. Management of venous air embolism in neurosurgery. Neurosurg Focus. 2020;49(4):E6.
- Koch CG, Khandwala F, Paugam-Burtz C. Monitoring and treatment of venous air embolism. Anesth Clin North Am. 2019;37(1):33-51.
- Souders JE, Weigand S. Air embolism: Pathophysiology and management. Crit Care Clin. 2020;36(4):673-688.
- Lemke A, Schubert H. Innovations in monitoring venous air embolism. J Clin Monit Comput. 2021;35(5):1023-1030.
- Flanagan M, Weaver L. Hyperbaric oxygen for air embolism: Indications and outcomes. Crit Care Med. 2018;46(9):1652-1660.
- Moretti E, Iacono C. Surgical prevention strategies for venous air embolism. J Cardiothorac Surg. 2019;14(1):82.
- Bergmann M, Krenn H. Doppler techniques in the detection of venous air embolism. Curr Opin Anaesthesiol. 2020;33(6):711-718.
- Gordon JL, Melnyk V. Air embolism in neurosurgery: Current strategies. J Neurosurg Anesthesiol. 2018;30(2):146-154.
- Orebaugh SL. Venous air embolism during catheter insertion: A review of prevention and management. Anesth Analg. 2022;135(1):84-92.
Ramadhan MF. Manajemen Perioperatif pada Pasien dengan Venous Air Embolism (VAE). Anesthesiol ICU. 2025;1:a31