Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) adalah kondisi klinis yang mengancam nyawa, ditandai dengan kegagalan pernapasan akut akibat kerusakan parenkim paru. ARDS sering terjadi pada pasien dengan penyakit kritis seperti sepsis, trauma, atau pneumonia berat. Penanganan ARDS membutuhkan pendekatan multidisiplin yang mengintegrasikan strategi ventilasi mekanis, terapi adjuntif, dan intervensi teknologi canggih seperti ECMO.
Dalam beberapa dekade terakhir, pendekatan penanganan ARDS telah mengalami kemajuan signifikan. Artikel ini membahas strategi terkini, termasuk ventilasi pelindung paru, penggunaan prone positioning, dan terapi tambahan yang dirancang untuk meningkatkan hasil klinis pada pasien dengan kondisi kompleks ini.
Pendahuluan
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) adalah kondisi klinis yang ditandai dengan gangguan oksigenasi akibat cedera parenkim paru. ARDS sering terjadi pada pasien kritis dengan berbagai etiologi, seperti sepsis, pneumonia berat, aspirasi, atau trauma. Pada kondisi ini, proses inflamasi sistemik menyebabkan kerusakan pembuluh darah paru, peningkatan permeabilitas kapiler, dan akumulasi cairan di alveolus. Faktor-faktor tersebut memengaruhi kemampuan paru untuk melakukan pertukaran gas secara efektif, yang menjelaskan tingginya risiko hipoksemia dan mortalitas.

Manajemen ARDS membutuhkan pendekatan ventilasi yang hati-hati untuk mencegah kerusakan paru lebih lanjut akibat ventilator, yang dikenal sebagai ventilator-induced lung injury. Strategi ventilasi pelindung paru menjadi standar dalam terapi ARDS untuk meminimalkan cedera alveolar sekaligus memastikan oksigenasi yang adekuat.
Patofisiologi dan Tahapan ARDS
ARDS terjadi akibat respons inflamasi yang berlebihan, yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler paru dan akumulasi cairan di alveolus. Proses ini terdiri dari tiga tahapan utama:
- Fase Eksudatif: Terjadi dalam 7 hari pertama, ditandai dengan edema paru dan infiltrasi inflamasi yang menyebabkan hipoksemia refrakter.
- Fase Proliferatif: Berlangsung hingga 2 minggu, di mana fibroblas mulai memperbaiki kerusakan tetapi dapat menyebabkan pengendapan kolagen.
- Fase Fibrotik: Fase akhir yang ditandai dengan pembentukan jaringan parut, mengurangi elastisitas paru secara permanen. Dalam fase ini, jaringan parut yang terbentuk dapat mengakibatkan ventilasi tidak merata dan peningkatan kerja napas. Secara klinis, pasien mungkin memerlukan tekanan ventilator yang lebih tinggi untuk mempertahankan oksigenasi yang memadai. Komplikasi seperti hipertensi pulmonal juga sering terjadi akibat peningkatan resistensi vaskular paru.
Diagnosis ARDS
Diagnosis ARDS berdasarkan kriteria Berlin, yang mencakup:
- Waktu: Gejala muncul dalam waktu 1 minggu setelah faktor pemicu.
- Imaging: Infiltrat bilateral pada radiografi atau CT scan yang tidak dijelaskan oleh efusi, kolaps lobus, atau nodul.
- Asal Edema: Hipoksemia tidak disebabkan oleh gagal jantung atau overhidrasi.
- Oksigenasi: Rasio PaO2/FiO2:
- Mild: 200–300 mmHg, menunjukkan hipoksemia ringan.
- Moderate: 100–200 mmHg, menunjukkan gangguan oksigenasi sedang.
- Severe: <100 mmHg, menunjukkan hipoksemia berat yang memerlukan intervensi intensif.
Selain kriteria Berlin, metode lain untuk mendukung diagnosis ARDS mencakup penggunaan biomarker seperti protein surfaktan, yang berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan alveolus, dan sitokin inflamasi, seperti IL-6 dan TNF-α, yang mencerminkan tingkat inflamasi sistemik. Kadar normal protein surfaktan belum sepenuhnya distandarkan, tetapi peningkatan signifikan dalam kadar sitokin sering dikaitkan dengan keparahan ARDS. Pemeriksaan gas darah untuk mengevaluasi tingkat oksigenasi dan asidosis metabolik juga penting, terutama untuk memantau progresi penyakit. Pendekatan tambahan termasuk pemantauan mekanika paru melalui pengukuran compliance statis dan dinamis, yang membantu dalam menentukan tingkat keparahan gangguan ventilasi.
Strategi Ventilasi pada ARDS
Strategi ventilasi pelindung paru bertujuan untuk mencegah ventilator-induced lung injury dengan membatasi tekanan dan volume yang diterapkan ke paru. Pendekatan ini meliputi:
1. Low Tidal Volume Ventilation
Ventilasi dengan volume tidal rendah (4–6 mL/kg berat badan ideal) telah terbukti mengurangi mortalitas pada pasien ARDS. Untuk menghitung berat badan ideal (BBI), rumus berikut digunakan:
- Laki-laki: BBI = 50 + (0,91 × [tinggi dalam cm − 152,4])
- Perempuan: BBI = 45,5 + (0,91 × [tinggi dalam cm − 152,4])
Contoh:
- Pasien Laki-laki: Tinggi 170 cm:
BBI = 50 + (0,91 × [170 − 152,4])
Volume tidal yang disarankan adalah 4–6 mL/kg, yaitu 264–396 mL per napas.
= 50 + (0,91 × 17,6)
= 50 + 16
= 66 kg - Pasien Perempuan: Tinggi 160 cm:
BBI = 45,5 + (0,91 × [160 − 152,4])
Volume tidal yang disarankan adalah 4–6 mL/kg, yaitu 210–314 mL per napas.
= 45,5 + (0,91 × 7,6)
= 45,5 + 6,9
= 52,4 kg
2. Permissive Hypercapnia
Untuk mempertahankan tekanan jalan napas yang rendah, peningkatan kadar karbon dioksida (hiperkapnia) dapat diterima dalam batas tertentu. Target PaCO2 adalah 50–70 mmHg. Hiperkapnia membantu mencegah tekanan berlebihan pada alveolus, meskipun memerlukan pemantauan ketat untuk mencegah komplikasi asidosis berat (pH dipertahankan >7,2).
3. Positive End-Expiratory Pressure (PEEP)
Pengaturan PEEP yang optimal penting untuk menjaga alveolus tetap terbuka selama akhir ekspirasi, mencegah atelektasis berulang. PEEP biasanya diatur antara 5–15 cmH2O. Nilai yang lebih rendah digunakan untuk mencegah barotrauma, sementara nilai yang lebih tinggi membantu oksigenasi pada hipoksemia berat, meskipun dapat memengaruhi hemodinamik.
4. Parameter Ventilator yang Direkomendasikan
Pengaturan parameter ventilator harus disesuaikan untuk mencegah cedera paru tambahan. Berikut nilai yang disarankan dan alasannya:
- Tidal Volume: 4–6 mL/kg BBI, untuk mencegah overdistensi alveolus dan volutrauma.
- Plateau Pressure: <30 cmH2O, untuk meminimalkan tekanan berlebihan yang merusak jaringan paru.
- Driving Pressure: <15 cmH2O, untuk memastikan perbedaan tekanan yang aman antara inspirasi dan ekspirasi.
- Respiratory Rate: 20–35 napas per menit, untuk mengkompensasi ventilasi menit tanpa meningkatkan volume tidal.
- FiO2: Diatur untuk menjaga SpO2 88–95% atau PaO2 55–80 mmHg, untuk menghindari hiperoksia yang dapat merusak jaringan. FiO2 lebih tinggi (di atas 60%) mungkin diperlukan pada pasien dengan hipoksemia refrakter, seperti yang terlihat pada kasus ARDS berat atau sepsis. Sebaliknya, FiO2 lebih rendah dapat digunakan pada pasien stabil dengan perbaikan oksigenasi untuk mengurangi risiko toksisitas oksigen.
Dengan penyesuaian ini, tujuan utama adalah meminimalkan risiko ventilator-induced lung injury sambil mempertahankan oksigenasi yang cukup dan stabilitas klinis pasien.
Strategi Lanjutan pada Ventilasi untuk ARDS
Prone Positioning
Prone positioning adalah strategi terapi yang melibatkan posisi pasien dalam keadaan tengkurap untuk meningkatkan distribusi oksigenasi dan mengurangi tekanan pada jaringan paru. Mekanisme utama dari teknik ini adalah redistribusi aliran darah di paru-paru, yang membantu meningkatkan ventilation-perfusion matching. Studi menunjukkan bahwa prone positioning dapat secara signifikan mengurangi mortalitas, terutama pada pasien dengan ARDS berat (PaO2/FiO2 <150 mmHg).
Kelebihan dari prone positioning meliputi:
- Meningkatkan oksigenasi dengan membuka unit alveolus yang sebelumnya kolaps.
- Mengurangi tekanan pada jantung dan pembuluh darah besar, meningkatkan cardiac output.
- Menurunkan risiko cedera paru akibat tekanan berlebih (barotrauma).
Namun, terdapat juga beberapa kekurangan yang harus diperhatikan, seperti:
- Risiko ulkus tekanan pada wajah, dada, dan lutut.
- Peningkatan risiko obstruksi jalan napas akibat posisi.
- Kesulitan dalam melakukan intervensi medis, seperti akses vena atau tindakan darurat.
Rekomendasi untuk prone positioning meliputi:
- Durasi minimal 12–16 jam per hari.
- Monitor tekanan arteri dan gas darah secara berkala untuk mengevaluasi respon terapi.
- Pencegahan komplikasi seperti ulkus tekanan atau obstruksi jalan napas.
High-Frequency Oscillatory Ventilation (HFOV)
High-frequency oscillatory ventilation (HFOV) adalah teknik ventilasi mekanis yang menggunakan frekuensi napas sangat tinggi (>150 napas per menit) dengan volume tidal yang sangat kecil. Metode ini bertujuan untuk mempertahankan alveolus tetap terbuka sambil mengurangi risiko volutrauma dan barotrauma. Meskipun HFOV sempat dianggap sebagai pilihan dalam pengelolaan ARDS berat, studi terbaru menunjukkan hasil yang bervariasi terkait manfaatnya, sehingga penggunaannya kini lebih selektif.
Indikasi HFOV meliputi:
- Hipoksemia berat yang tidak responsif terhadap strategi ventilasi konvensional.
- Kebutuhan untuk mengurangi tekanan jalan napas secara signifikan.
Extracorporeal Membrane Oxygenation (ECMO)
Extracorporeal membrane oxygenation (ECMO) adalah metode oksigenasi darah secara ekstrakorporeal yang digunakan pada pasien dengan ARDS refrakter, di mana terapi ventilasi mekanis gagal mempertahankan oksigenasi dan eliminasi karbon dioksida yang memadai. ECMO melibatkan pengambilan darah dari tubuh pasien, mengoksigenasi darah tersebut menggunakan membran buatan, dan mengembalikannya ke sirkulasi sistemik.
Dua jenis utama ECMO yang digunakan adalah:
- Veno-venous (VV) ECMO: Digunakan untuk mendukung fungsi pernapasan saja.
- Veno-arterial (VA) ECMO: Digunakan untuk mendukung fungsi pernapasan dan kardiovaskular.
Indikasi ECMO pada ARDS meliputi:
- PaO2/FiO2 <80 mmHg meskipun telah dilakukan ventilasi mekanis optimal.
- Asidosis berat dengan pH <7,2 akibat hiperkapnia.
- Hipoksemia refrakter atau kegagalan ventilasi yang berkelanjutan.
Dasar-dasar pengaturan ECMO meliputi:
- Flow: Biasanya diatur pada 60–80 mL/kg/menit untuk memastikan oksigenasi dan eliminasi karbon dioksida yang adekuat.
- FiO2: Diatur pada 100% selama fase awal untuk mengoptimalkan oksigenasi.
- Hemodilusi: Memastikan hematokrit antara 40–45% untuk memaksimalkan oksigenasi jaringan.
- Antikoagulasi: Digunakan untuk mencegah pembentukan trombus dalam sirkuit ECMO, biasanya dengan heparin.
Adjunctive Therapy
Selain strategi ventilasi utama, beberapa terapi tambahan dapat digunakan untuk meningkatkan hasil klinis pada pasien ARDS:
- Nitric Oxide Inhalasi: Sebagai vasodilator selektif untuk memperbaiki perfusi di area paru yang terventilasi.
- Kortikosteroid: Digunakan pada fase proliferatif untuk mengurangi inflamasi dan fibrosis, meskipun penggunaannya masih kontroversial.
- Fluids Management: Strategi cairan konservatif untuk mencegah edema paru sambil mempertahankan perfusi organ.
Setiap terapi harus disesuaikan dengan kondisi klinis individu pasien untuk memaksimalkan manfaat dan mengurangi risiko komplikasi.
Strategi lanjutan ini melengkapi pendekatan awal yang telah dijelaskan sebelumnya, bertujuan untuk mengoptimalkan perawatan pasien ARDS yang kompleks.
Kesimpulan
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) adalah kondisi kritis yang membutuhkan pendekatan multidisiplin dan strategi ventilasi yang hati-hati untuk meminimalkan risiko cedera paru akibat ventilator (ventilator-induced lung injury). Pendekatan awal melibatkan ventilasi dengan volume tidal rendah, penggunaan tekanan PEEP yang optimal, serta strategi permissive hypercapnia. Strategi lanjutan seperti prone positioning, high-frequency oscillatory ventilation (HFOV), dan penggunaan extracorporeal membrane oxygenation (ECMO) memiliki peran penting pada kasus ARDS berat atau refrakter.
Kombinasi terapi tambahan seperti inhalasi nitric oxide, kortikosteroid, dan manajemen cairan konservatif dapat meningkatkan hasil klinis pada pasien tertentu. Meski demikian, pemilihan terapi harus disesuaikan dengan kondisi klinis pasien untuk memaksimalkan manfaat dan meminimalkan risiko komplikasi. Penanganan ARDS yang komprehensif membutuhkan evaluasi kontinu terhadap respons pasien dan penggunaan teknologi terbaru untuk meningkatkan prognosis.
- ARDS Definition Task Force. Acute respiratory distress syndrome: The Berlin definition. JAMA. 2012;307(23):2526-2533.
- Fan E, Brodie D, Slutsky AS. Acute respiratory distress syndrome: Advances in diagnosis and treatment. JAMA. 2018;319(7):698-710.
- Gattinoni L, Marini JJ, Pesenti A, et al. The \"baby lung\" and ventilator-induced lung injury. Am J Respir Crit Care Med. 2016;193(5):575-582.
- Goligher EC, Hodgson CL, Adhikari NKJ, et al. Lung recruitment maneuvers for adult patients with acute respiratory distress syndrome: A systematic review and meta-analysis. Ann Am Thorac Soc. 2017;14(Suppl 4):S304-S311.
- Petersen GW, Baier H. Incidence of pulmonary barotrauma in a medical ICU: A prospective study. Chest. 1983;83(4):515-517.
Ramadhan MF. Penggunaan Ventilator pada ARDS. Anesthesiol ICU. 2025;1:a4