Intubasi pada pasien COVID-19 merupakan salah satu prosedur yang paling menantang selama pandemi. Dengan risiko tinggi penyebaran aerosol dan potensi komplikasi pada pasien dengan gangguan pernapasan berat, tenaga kesehatan membutuhkan panduan yang efektif dan aman. Artikel ini membahas langkah-langkah penting dalam teknik intubasi, protokol terkini, dan strategi untuk melindungi pasien serta tenaga medis selama prosedur berlangsung.
Pendahuluan
Tenaga kesehatan sering menghadapi situasi intens yang membutuhkan pengambilan keputusan cepat dan tepat, terutama selama pandemi COVID-19. Salah satu tantangan terbesar adalah melakukan intubasi pada pasien dengan gangguan pernapasan berat. Prosedur ini sangat berisiko karena potensi penyebaran aerosol yang tinggi. Protokol awal pandemi dirancang untuk mengurangi risiko ini secara efektif.1 Namun, pada tahun 2025, praktik dan pedoman di Indonesia telah berkembang pesat, mencerminkan kemajuan dalam pengetahuan klinis, langkah keselamatan yang lebih baik, dan inovasi teknologi. Memahami teknik-teknik ini dan konteks historisnya tetap penting untuk kesiapsiagaan di masa depan.2

Selain itu, pandemi COVID-19 menekankan pentingnya kesiapan sistem kesehatan dalam menghadapi situasi darurat. Intubasi endotrakeal, yang sebelumnya merupakan prosedur rutin, menjadi tindakan berisiko tinggi selama pandemi karena sifat penyebaran virus melalui droplet dan aerosol. Oleh karena itu, pengembangan protokol khusus COVID-19 tidak hanya menyelamatkan pasien, tetapi juga melindungi tenaga kesehatan yang berada di garis depan.
Prosedur intubasi bukan hanya teknik medis tetapi juga strategi untuk mengelola sumber daya kesehatan secara bijak. Dalam situasi pandemi, kelangkaan alat pelindung diri, tekanan kerja yang tinggi, dan risiko infeksi saling berkaitan, sehingga protokol yang efektif menjadi fondasi dalam menghadapi situasi ini.
Prinsip Dasar Intubasi pada Pasien COVID-19
1. Persiapan yang Teliti
Pendekatan persiapan yang teliti sama pentingnya dengan daftar periksa sebelum penerbangan oleh seorang pilot. Setiap alat yang diperlukan harus tersedia dan berada dalam kondisi siap pakai. Ini mencakup alat pelindung diri (APD), videolaringoskop, endotracheal tube (ETT), filter HEPA, dan obat-obatan penting. Selain itu, penting untuk memeriksa ketersediaan alat cadangan seperti masker laring (LMA) atau alat ventilasi alternatif seperti ventilasi jet transtrakeal atau alternatif lainnya untuk menghadapi situasi sulit.4
Seluruh anggota tim harus memahami protokol yang akan dijalankan. Sebuah time-out pra-prosedur sering dilakukan untuk memastikan kesiapan semua alat dan tim medis. Diskusi ini meliputi rencana tindakan, penanganan situasi darurat, serta pembagian peran setiap anggota tim selama prosedur berlangsung. Langkah ini membantu mengurangi risiko kesalahan dan meningkatkan efisiensi kerja di lapangan.
2. Meminimalkan Paparan Aerosol
Setiap langkah selama intubasi harus dirancang untuk meminimalkan produksi aerosol. Beberapa langkah pencegahan meliputi:
- Penggunaan tekanan oksigen rendah saat memberikan preoksigenasi untuk menghindari kebocoran udara dari masker.
- Menghindari ventilasi manual dengan bag-mask kecuali jika saturasi oksigen turun secara drastis.
- Memastikan bahwa semua koneksi alat ventilasi memiliki segel yang baik untuk mencegah kebocoran udara.5
Pengurangan aerosol juga melibatkan pelatihan berulang untuk tenaga kesehatan agar mereka dapat menangani peralatan dengan efisien tanpa memicu kebocoran udara yang tidak perlu. Misalnya, simulasi skenario darurat seperti gagal intubasi dapat membantu mempersiapkan tim menghadapi situasi nyata.
3. Kerja Tim yang Terampil
Intubasi pada pasien COVID-19 tidak hanya melibatkan operator utama tetapi juga dukungan aktif dari seluruh tim medis. Misalnya, satu anggota bertugas memastikan penyediaan alat, sementara anggota lain memonitor kondisi vital pasien secara kontinu. Komunikasi yang jelas dan penggunaan isyarat verbal singkat membantu menghindari kebingungan selama prosedur.1
Pelatihan simulasi juga menjadi bagian integral dalam persiapan tim. Simulasi ini melibatkan skenario intubasi pada pasien kritis dengan COVID-19, yang membantu meningkatkan koordinasi tim dan mengidentifikasi potensi kesalahan sebelum prosedur dilakukan pada pasien sebenarnya.
Faktor psikologis juga penting. Dalam situasi yang penuh tekanan, dukungan emosional dan rasa saling percaya di antara anggota tim dapat meningkatkan efektivitas kerja dan memastikan keselamatan prosedur.
Protokol Intubasi yang Aman
1. Persiapan Ruangan
Ruangan dengan tekanan negatif direkomendasikan karena dapat mengurangi penyebaran aerosol ke lingkungan sekitar. Namun, jika fasilitas ini tidak tersedia, langkah-langkah tambahan seperti penggunaan pelindung aerosol (contohnya aerosol box atau tirai plastik) harus dipertimbangkan.2
Ruangan juga harus memiliki ventilasi yang baik, dengan pintu ditutup rapat selama prosedur berlangsung. Pengaturan ini mengurangi risiko paparan bagi tenaga kesehatan lain yang tidak terlibat langsung dalam prosedur. Selain itu, ruangan harus dilengkapi dengan sistem pembuangan udara yang efektif untuk mempercepat pengenceran aerosol di udara.
Selain infrastruktur ruangan, keberadaan sistem alarm yang memonitor tekanan udara atau deteksi kebocoran juga menjadi tambahan yang berharga dalam meningkatkan keselamatan prosedur.
2. Persiapan Pasien
Preoksigenasi pasien dilakukan menggunakan masker wajah yang dilengkapi filter HEPA selama 3–5 menit sebelum induksi. Pada pasien dengan hipoksia berat, preoksigenasi dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah penurunan saturasi lebih lanjut. Penggunaan tekanan kontinu dengan alat CPAP yang dilengkapi filter juga dapat dipertimbangkan untuk menjaga oksigenasi sebelum intubasi.3
Selain preoksigenasi, evaluasi awal pasien juga penting untuk menentukan tingkat kesulitan intubasi. Faktor-faktor seperti anatomi jalan napas, adanya edema, atau keterbatasan gerakan leher harus diperhitungkan untuk mengantisipasi komplikasi.
3. Prosedur Intubasi
Protokol intubasi pasien COVID-19 melibatkan langkah-langkah berikut:
- Induksi dan Relaksasi: Obat anestesi intravena seperti Propofol diberikan dengan dosis 1–2 mg/kgBB untuk menginduksi tidur dengan cepat. Jika pasien menunjukkan tanda-tanda tidak stabil secara hemodinamik, Ketamin (1–2 mg/kgBB) menjadi pilihan utama karena efek simpatomimetiknya yang dapat meningkatkan tekanan darah.
- Pelumpuh Otot: Pemilihan pelumpuh otot bergantung pada situasi klinis. Succinylcholine dipilih untuk onset cepat pada situasi darurat, sementara Rocuronium memberikan durasi relaksasi yang lebih lama, cocok untuk prosedur kompleks.
- Pemasangan ETT: Setelah videolaringoskop digunakan untuk memvisualisasi pita suara, ETT segera dimasukkan. Konfirmasi posisi dilakukan dengan kapnografi dan auskultasi. Kapnografi yang menunjukkan EtCO2 antara 35–45 mmHg memastikan intubasi trakea yang berhasil. Intubasi dianggap gagal jika EtCO2 tidak terdeteksi atau jika suara napas terdengar di epigastrium.
- Efisiensi Waktu: Intubasi harus dilakukan seefisien mungkin untuk mengurangi paparan aerosol. Biasanya, prosedur ini diselesaikan dalam waktu kurang dari 1 menit jika semua alat dan tim telah siap.3
Untuk memastikan keberhasilan, dokumentasi setiap langkah prosedur juga dianjurkan. Dokumentasi ini berguna untuk mengevaluasi proses dan meningkatkan protokol di masa depan.
Pendekatan yang komprehensif juga melibatkan tindak lanjut setelah intubasi, seperti pemantauan ventilasi mekanik, penyesuaian pengaturan ventilator, dan deteksi dini komplikasi seperti barotrauma atau pneumonia nosokomial.
Kesimpulan
Pandemi COVID-19 memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya protokol intubasi yang aman, khususnya di lingkungan berisiko tinggi. Meskipun beberapa protokol ini telah diperbarui atau tidak lagi digunakan pada tahun 2025, memahami praktik ini tetap relevan dalam membangun kesiapsiagaan di masa depan. Intubasi yang aman membutuhkan persiapan menyeluruh, koordinasi tim yang baik, dan pemahaman mendalam tentang teknik dan alat yang digunakan.1,2
Dengan langkah-langkah ini, tenaga kesehatan dapat melindungi diri mereka sekaligus memberikan perawatan optimal kepada pasien. Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan dalam protokol ini akan memastikan kesiapan yang lebih baik untuk menghadapi krisis kesehatan di masa mendatang.
- Cook TM, El-Boghdadly K, McGuire B, McNarry AF, Patel A, Higgs A. Consensus guidelines for managing the airway in patients with COVID-19: Guidelines from the Difficult Airway Society, Anaesthesia-Intensive Care Society, Faculty of Intensive Care Medicine, and Royal College of Anaesthetists. Anaesthesia. 2020;75(6):785-799. doi:10.1111/anae.15054.
- World Health Organization (WHO). Clinical management of severe acute respiratory infection (SARI) when COVID-19 disease is suspected: Interim guidance. Geneva: WHO; 2020.
- Eun S, Yoon H, Kang SY, Jo IJ, Heo S, Chang H, Lee G, Park JE, Kim T, Lee SU, et al. Real-time tracheal ultrasound vs. capnography for intubation confirmation during CPR wearing a powered air-purifying respirator in COVID-19 era. Diagnostics. 2024; 14(2):225. https://doi.org/10.3390/diagnostics14020225.
- Brown CA III, Mosier JM, Carlson JN, Gibbs MA. Pragmatic recommendations for intubating critically ill patients with suspected COVID-19. J Am Coll Emerg Physicians Open. 2020;1(2):80-88. doi:10.1002/emp2.12063.
- Goh KJ, Wong J, Tien JC, et al. Preparing your intensive care unit for the COVID-19 pandemic: Practical considerations and strategies. Crit Care. 2020;24(1):215. doi:10.1186/s13054-020-02916-4.
Ramadhan MF. Teknik Intubasi Aman pada Pasien COVID-19. Anesthesiol ICU. 2025;1:a1