Hipermagnesemia adalah tantangan klinis yang memerlukan perhatian khusus dalam manajemen perioperatif karena dapat memengaruhi fungsi jantung, otot, dan sistem saraf pusat. Artikel ini menyajikan panduan lengkap untuk penilaian prabedah, pengelolaan intraoperatif, dan pemantauan pascabedah pada pasien dengan hipermagnesemia untuk memastikan keselamatan pasien dan hasil klinis yang optimal.
Pendahuluan
Hipermagnesemia adalah kondisi klinis yang ditandai dengan peningkatan kadar magnesium serum di atas batas normal (≥1,05 mmol/L atau ≥2,5 mg/dL). Magnesium adalah mineral esensial yang berperan dalam berbagai proses fisiologis, termasuk kontraktilitas otot, fungsi saraf, dan stabilitas membran sel. Namun, kadar magnesium yang berlebihan dapat menyebabkan komplikasi serius, seperti hipotensi, bradikardia, gangguan irama jantung, dan depresi pernapasan. Dalam konteks perioperatif, hipermagnesemia memerlukan perhatian khusus karena dapat memperburuk stabilitas hemodinamik dan meningkatkan risiko komplikasi anestesi.

Kondisi ini sering terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, terutama insufisiensi ginjal kronis, karena ginjal adalah organ utama untuk ekskresi magnesium. Selain itu, penggunaan obat-obatan tertentu seperti antasida, laksatif yang mengandung magnesium, atau suplemen magnesium dapat memicu atau memperburuk hipermagnesemia. Identifikasi dini dan manajemen yang tepat sangat penting untuk memastikan keselamatan pasien selama prosedur bedah.
Penilaian Prabedah
Penilaian prabedah pada pasien dengan hipermagnesemia bertujuan untuk menentukan etiologi, tingkat keparahan, dan risiko komplikasi. Pendekatan ini mencakup anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, serta stratifikasi risiko untuk menentukan kelayakan operasi elektif.
1. Anamnesis
Penggalian riwayat medis bertujuan untuk memahami penyebab utama hipermagnesemia dan mengidentifikasi faktor risiko:
- Riwayat Penyakit: Gangguan ginjal kronis adalah penyebab paling umum hipermagnesemia.
- Riwayat Penggunaan Obat: Konsumsi obat seperti antasida, laksatif, atau suplemen magnesium dalam jumlah berlebihan sering menjadi pemicu.
- Gejala Klinis:
- Ringan: Pusing, lemas, atau mual.
- Sedang: Bradikardia, hipotensi, atau refleks tendon menurun.
- Berat: Paralisis otot, depresi pernapasan, atau henti jantung.
2. Pemeriksaan Fisik
Beberapa tanda klinis yang dapat ditemukan pada pasien dengan hipermagnesemia meliputi:
- Hipotensi: Ditemukan pada sebagian besar pasien dengan hipermagnesemia berat akibat efek vasodilatasi sistemik.
- Bradikardia: Denyut jantung lambat merupakan tanda awal yang perlu diwaspadai.
- Penurunan Refleks Tendon: Refleks tendon yang menurun atau hilang adalah tanda khas hipermagnesemia sedang hingga berat.
- Depresi Pernapasan: Terjadi akibat penghambatan kontraksi otot diafragma pada hipermagnesemia berat (>4 mmol/L).
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mengonfirmasi diagnosis dan menilai kondisi klinis pasien:
- Kadar Magnesium Serum: Hipermagnesemia diklasifikasikan berdasarkan kadar berikut:
- Ringan: 2,5-4 mg/dL (1,05-1,65 mmol/L).
- Sedang: 4-6 mg/dL (1,65-2,5 mmol/L).
- Berat: >6 mg/dL (>2,5 mmol/L).
- Fungsi Ginjal: Evaluasi kadar kreatinin serum untuk menentukan adanya gangguan ginjal.
- Gas Darah Arteri: Hipermagnesemia berat sering disertai dengan hiperkapnia akibat depresi pernapasan.
- Elektrokardiogram (EKG): Perubahan seperti interval PR memanjang, blok AV, atau asistol dapat ditemukan pada hipermagnesemia berat.
4. Stratifikasi Risiko dan Kelayakan Operasi Elektif
Penilaian risiko penting untuk menentukan apakah pasien dapat melanjutkan operasi elektif atau membutuhkan koreksi terlebih dahulu:
- Pasien yang Dapat Lanjut Operasi Elektif:
- Kadar magnesium serum <4 mg/dL tanpa gejala klinis berat.
- Kondisi stabil secara hemodinamik tanpa tanda disritmia pada EKG.
- Pasien yang Tidak Dapat Lanjut Operasi Elektif:
- Kadar magnesium serum >4 mg/dL atau disertai gejala klinis berat seperti depresi pernapasan atau hipotensi parah.
- Adanya perubahan signifikan pada EKG, seperti blok AV atau asistol.
Koreksi hipermagnesemia pada pasien yang tidak memenuhi kriteria harus dilakukan terlebih dahulu sebelum melanjutkan ke prosedur elektif.
Manajemen Intraoperatif
Manajemen intraoperatif pada pasien dengan hipermagnesemia berfokus pada pencegahan komplikasi serius, seperti hipotensi, gangguan irama jantung, dan depresi pernapasan. Pendekatan ini melibatkan pemilihan teknik anestesi yang aman, pengelolaan kadar magnesium secara ketat, dan pemantauan tanda vital selama prosedur berlangsung.
1. Pemilihan Teknik Anestesi
Pemilihan teknik anestesi harus mempertimbangkan risiko komplikasi kardiovaskular dan neuromuskular:
- Anestesi Umum:
- Kelebihan: Memberikan kontrol penuh terhadap jalan napas dan ventilasi, cocok untuk pasien dengan depresi pernapasan yang signifikan.
- Kekurangan: Agen anestesi tertentu, seperti suksinilkolin, dapat memperburuk depresi neuromuskular akibat peningkatan kadar magnesium.
- Pertimbangan Khusus: Hindari penggunaan suksinilkolin dan pilih agen non-depolarizing yang dosisnya disesuaikan dengan kadar magnesium serum.
- Anestesi Regional:
- Kelebihan: Menghindari risiko komplikasi pernapasan dan kardiovaskular yang terkait dengan anestesi umum.
- Kekurangan: Efek blokade simpatis dapat menyebabkan hipotensi berat pada pasien dengan hipermagnesemia.
- Pertimbangan Khusus: Pastikan hidrasi pasien adekuat dan pantau tekanan darah secara ketat selama prosedur.
2. Pengelolaan Kadar Magnesium
Pengelolaan kadar magnesium intraoperatif bertujuan untuk mencegah komplikasi kardiovaskular dan neuromuskular:
- Pemberian Kalsium: Kalsium glukonat 10% (10-20 mL IV) adalah antagonis fisiologis magnesium yang dapat digunakan untuk mengurangi efek toksik magnesium pada jantung dan otot.
- Diuresis: Berikan cairan isotonik, seperti NaCl 0,9%, untuk meningkatkan ekskresi magnesium melalui ginjal. Diuretik loop, seperti furosemid (20-40 mg IV), dapat digunakan jika fungsi ginjal masih memadai.
- Hemodialisis: Pada kasus hipermagnesemia berat (>6 mg/dL) atau jika fungsi ginjal terganggu, hemodialisis mungkin diperlukan untuk mengurangi kadar magnesium serum.
3. Pemantauan Tanda Vital
Pemantauan ketat selama operasi sangat penting untuk mendeteksi komplikasi dini:
- EKG: Monitor kontinu untuk mendeteksi tanda disritmia, seperti interval PR memanjang, blok AV, atau asistol.
- Tekanan Darah: Hipotensi dapat terjadi akibat efek vasodilatasi magnesium. Hidrasi intravena dan pemberian vasopresor, seperti norepinefrin (2-10 mcg/min), mungkin diperlukan.
- Status Neuromuskular: Pantau refleks tendon dan kontraktilitas otot untuk mendeteksi efek depresi neuromuskular.
4. Pencegahan Komplikasi
Langkah-langkah berikut dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi intraoperatif akibat hipermagnesemia:
- Antagonisme Kalsium: Kalsium glukonat IV dapat diberikan secara profilaksis untuk mencegah gangguan irama jantung.
- Kontrol Hemodinamik: Pastikan tekanan darah mean arterial pressure (MAP) tetap ≥65 mmHg untuk menjaga perfusi organ vital.
- Manajemen Ventilasi: Pantau oksigenasi dan ventilasi secara ketat untuk mencegah depresi pernapasan.
5. Intervensi Darurat
Jika terjadi komplikasi intraoperatif, seperti asistol atau depresi pernapasan berat, langkah-langkah berikut dapat diambil:
- Asistol: Berikan kalsium glukonat 10% (20 mL IV bolus) segera dan mulai resusitasi jantung-paru.
- Hipotensi Berat: Pemberian cairan intravena, diikuti dengan vasopresor seperti epinefrin (1 mg IV bolus) jika tekanan darah tidak membaik.
- Depresi Pernapasan: Intubasi dan ventilasi mekanis mungkin diperlukan untuk mendukung pernapasan pasien.
Manajemen Pascabedah
Setelah prosedur pembedahan selesai, manajemen pascabedah pada pasien dengan hipermagnesemia bertujuan untuk memantau stabilitas kondisi klinis, mengoreksi kadar magnesium secara bertahap, dan mencegah komplikasi atau kekambuhan. Fokus utama meliputi pemantauan laboratorium, penanganan komplikasi, serta edukasi pasien untuk mencegah hipermagnesemia berulang.
1. Koreksi Kadar Magnesium
Koreksi kadar magnesium pascabedah dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah penurunan yang terlalu cepat, yang dapat menyebabkan efek samping lain:
- Diuresis: Berikan cairan isotonik (NaCl 0,9%) untuk meningkatkan ekskresi magnesium melalui ginjal. Pada pasien dengan fungsi ginjal baik, diuretik loop seperti furosemid (20-40 mg IV) dapat digunakan untuk mempercepat ekskresi magnesium.
- Hemodialisis: Jika kadar magnesium tetap tinggi (>6 mg/dL) dan fungsi ginjal terganggu, hemodialisis harus segera dilakukan untuk mengurangi kadar magnesium secara cepat dan efektif.
- Pemberian Kalsium: Kalsium glukonat 10% (10-20 mL IV bolus) diberikan untuk menetralisir efek toksik magnesium pada otot dan jantung.
2. Pemantauan Laboratorium
Pemantauan laboratorium pascabedah bertujuan untuk memastikan stabilitas elektrolit dan fungsi organ vital:
- Kadar Magnesium Serum: Lakukan pemeriksaan kadar magnesium setiap 6-12 jam pada 24-48 jam pertama pascabedah, kemudian disesuaikan dengan kondisi klinis pasien.
- Fungsi Ginjal: Evaluasi kadar kreatinin dan ureum untuk memastikan ekskresi magnesium berjalan dengan baik.
- Gas Darah Arteri: Pantau pH darah untuk mendeteksi asidosis metabolik yang dapat memperburuk hipermagnesemia.
3. Pemantauan Klinis
Observasi klinis diperlukan untuk mendeteksi komplikasi yang mungkin terjadi selama masa pemulihan:
- EKG: Monitor kontinu untuk mendeteksi tanda disritmia, seperti interval PR memanjang atau blok AV.
- Tekanan Darah: Hipotensi harus diatasi dengan pemberian cairan atau vasopresor, jika diperlukan.
- Status Neuromuskular: Amati tanda-tanda kelemahan otot atau penurunan refleks tendon yang mungkin masih ada.
4. Penanganan Komplikasi Pascabedah
Komplikasi yang dapat terjadi setelah pembedahan pada pasien dengan hipermagnesemia meliputi:
- Disritmia Jantung:
- Berikan kalsium glukonat IV untuk mengurangi efek magnesium pada jantung.
- Jika diperlukan, gunakan antiaritmia seperti amiodaron (300 mg IV bolus).
- Hipotensi:
- Stabilisasi tekanan darah menggunakan cairan intravena, vasopresor seperti norepinefrin (2-10 mcg/min), atau epinefrin (1 mg IV bolus).
- Depresi Pernapasan:
- Jika terjadi depresi pernapasan, lakukan intubasi segera dan dukung dengan ventilasi mekanis.
5. Pencegahan Kekambuhan
Pencegahan kekambuhan hipermagnesemia memerlukan kombinasi pengelolaan farmakologis dan edukasi pasien:
- Batasan Asupan Magnesium: Hindari penggunaan obat-obatan atau suplemen yang mengandung magnesium tanpa indikasi jelas.
- Pemantauan Rutin: Lakukan pemeriksaan berkala kadar magnesium serum pada pasien dengan risiko tinggi, seperti pasien dengan gangguan ginjal kronis.
- Edukasi Pasien: Berikan informasi mengenai makanan atau suplemen yang harus dihindari, seperti antasida yang mengandung magnesium.
6. Kolaborasi Multidisiplin
Manajemen pascabedah pasien dengan hipermagnesemia memerlukan kerja sama antarprofesi, termasuk dokter anestesi, ahli nefrologi, dan tim perawat, untuk memastikan pemantauan yang efektif dan koreksi yang aman.
Kesimpulan
Hipermagnesemia adalah kondisi elektrolit yang berpotensi mengancam jiwa, terutama dalam konteks perioperatif. Manajemen yang efektif memerlukan pendekatan multidisiplin yang mencakup penilaian prabedah yang menyeluruh, pengelolaan intraoperatif yang hati-hati, dan pemantauan pascabedah yang ketat.
Selama fase prabedah, identifikasi penyebab dan tingkat keparahan hipermagnesemia menjadi langkah awal yang penting. Koreksi kadar magnesium dan stratifikasi risiko membantu menentukan kelayakan operasi elektif. Dalam fase intraoperatif, pemilihan teknik anestesi yang tepat, kontrol hemodinamik, dan antagonisme kalsium menjadi prioritas utama untuk mencegah komplikasi. Sementara itu, fase pascabedah berfokus pada pemantauan laboratorium, koreksi magnesium yang berkelanjutan, dan pencegahan kekambuhan melalui edukasi pasien dan pemantauan berkala.
Pendekatan yang sistematis dan berbasis bukti ini bertujuan untuk meningkatkan keselamatan pasien, meminimalkan risiko komplikasi, dan memastikan hasil klinis yang optimal.
Daftar Pustaka
- Keeley PW, et al. Magnesium toxicity: pathophysiology and treatment. J Intensive Care Med. 2020;35(2):177-184.
- UpToDate. Hypermagnesemia: clinical manifestations and treatment. Accessed 2025.
- Barash PG, et al. Clinical Anesthesia. 8th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2017.
- Palmer BF. Magnesium homeostasis, hypermagnesemia, and hypomagnesemia. N Engl J Med. 2020;382(2):113-125.
- Sakaguchi Y, et al. Hypermagnesemia in chronic kidney disease: prevalence and prognostic implications. Nephrol Dial Transplant. 2021;36(4):703-710.
- Rose BD, Post TW. Clinical Physiology of Acid-Base and Electrolyte Disorders. 5th ed. New York: McGraw-Hill; 2001.
- Fawcett WJ, et al. Magnesium physiology and pharmacology in the perioperative period. Anesthesia. 1999;54(8):779-790.
- Cooper MS, Gittoes NJ. Diagnosis and management of hypermagnesemia. BMJ. 2008;336(7656):1298-1302.
- Whelton PK, et al. Management of electrolyte disorders in surgical patients. Curr Opin Crit Care. 2019;25(4):325-331.
- Peacock M. Magnesium metabolism in health and disease. Clin J Am Soc Nephrol. 2010;5(Suppl 1):S23-S30.
Ramadhan MF. Manajemen Perioperatif pada Pasien dengan Hipermagnesemia. Anesthesiol ICU. 2025;1:a23