Pasien obesitas sering menghadapi tantangan unik dalam penanganan jalan napas, terutama selama prosedur perioperatif. Dengan risiko komplikasi seperti hipoksia, gagal intubasi, dan obstructive sleep apnea, penting bagi tenaga medis untuk memahami teknik manajemen yang efektif. Artikel ini menjelaskan langkah-langkah kunci, termasuk optimasi posisi ramped position, penggunaan CPAP, serta strategi lain untuk meningkatkan keselamatan dan keberhasilan prosedur.
Pendahuluan
Manajemen airway pada pasien obesitas menghadirkan tantangan unik yang memerlukan pendekatan khusus selama periode perioperatif. Faktor seperti penurunan kapasitas paru, deposisi lemak di area leher, dan risiko obstructive sleep apnea (OSA) meningkatkan kompleksitas penanganan. Protokol yang terstruktur dan teknik yang tepat dapat membantu mengurangi risiko komplikasi dan memastikan keselamatan pasien. Artikel ini membahas panduan manajemen airway untuk pasien obesitas, meliputi persiapan prabedah, teknik intubasi, dan penanganan pascabedah.
Faktor Risiko dan Tantangan
Pasien obesitas memiliki sejumlah karakteristik fisiologis yang meningkatkan risiko komplikasi pada manajemen airway. Faktor-faktor tersebut meliputi:
- Peningkatan Deposisi Jaringan Lemak: Lemak yang terdeposit di area leher dan faring dapat mempersempit jalan napas, meningkatkan risiko obstruksi selama anestesi.1
- Penurunan Kapasitas Fungsional Residual (FRC): Volume paru yang berkurang menyebabkan desaturasi lebih cepat selama periode apnea.2
- Prevalensi Obstructive Sleep Apnea: Obstructive sleep apnea sering ditemukan pada pasien obesitas, meningkatkan risiko komplikasi seperti hipoksia selama induksi anestesi.3
- Mobilisasi Pasien yang Terbatas: Kesulitan memposisikan pasien dapat mengurangi keberhasilan teknik intubasi.4
Kenapa Intubasi pada Obesitas Perlu Diperhatikan?
Pasien obesitas memiliki risiko lebih tinggi mengalami gagal ventilasi, gagal intubasi, dan komplikasi perioperatif lainnya. Intubasi yang tidak optimal dapat menyebabkan hipoksia berat, trauma jalan napas, hingga komplikasi serius seperti aspirasi atau edema paru. Selain itu, durasi apneik yang lebih pendek akibat rendahnya kapasitas fungsional residu (FRC) menambah urgensi dalam memastikan keberhasilan intubasi pada percobaan pertama.1
Risiko Jika Manajemen Airway Tidak Tepat
Kegagalan dalam mempersiapkan dan menangani airway pada pasien obesitas dapat menyebabkan sejumlah komplikasi, antara lain:
- Hipoksia: Durasi desaturasi yang lebih cepat dapat menyebabkan hipoksia berat dalam waktu singkat.2
- Trauma Jalan Napas: Percobaan intubasi yang berulang meningkatkan risiko cedera pada struktur jalan napas.3
- Aspirasi: Kandungan lambung yang tinggi pada pasien obesitas meningkatkan risiko aspirasi jika intubasi tidak segera berhasil.4
- Edema Pulmoner: Hipoksia dan tekanan negatif yang berkepanjangan selama upaya ventilasi dapat memicu edema paru.1
Persiapan Prabedah
Persiapan yang menyeluruh sebelum pembedahan sangat penting untuk mengurangi risiko komplikasi pada pasien obesitas. Langkah-langkah berikut direkomendasikan:
- Evaluasi Jalan Napas: Pemeriksaan fisik seperti Mallampati Score, ukuran leher, dan pengukuran jarak tiromental membantu memprediksi tingkat kesulitan intubasi.2
- Optimasi Posisi: Pasien harus diposisikan dalam ramped position, yang melibatkan penyelarasan sumbu oral, faringeal, dan laringeal. Dalam posisi ini, bahu dan kepala pasien ditopang dengan bantal tambahan hingga pandangan dari lubang telinga sejajar dengan sternal notch. Posisi ini memudahkan visualisasi pita suara dan pemasangan endotracheal tube. Penelitian menunjukkan bahwa ramped position meningkatkan keberhasilan intubasi pada pasien obesitas dibandingkan posisi datar tradisional.3
- Preoksigenasi yang Memadai: Preoksigenasi menggunakan CPAP selama 3–5 menit memberikan tekanan positif kontinu yang membantu membuka alveoli dan meningkatkan oksigenasi. Strategi ini efektif dalam memperpanjang waktu hingga desaturasi pada pasien obesitas.4
- Persiapan Alat Intubasi: Videolaringoskop disarankan sebagai alat standar untuk pasien obesitas karena memberikan visualisasi jalan napas yang lebih baik dibandingkan laringoskop konvensional.1
- Strategi Obat Anestesi: Obat anestesi seperti Propofol dan pelumpuh otot seperti Succinylcholine atau Rocuronium harus disesuaikan dosisnya berdasarkan berat badan ideal atau berat badan aktual tergantung farmakokinetiknya.2
- Latihan Simulasi: Sebelum penanganan pasien obesitas, latihan simulasi pada boneka atau alat simulasi khusus dapat membantu tenaga kesehatan memahami langkah-langkah optimal dan menyesuaikan dengan potensi tantangan yang muncul selama pembedahan.5
Optimasi Posisi dengan Ramped Position
Ramped position adalah teknik penyesuaian posisi pasien yang sangat penting dalam manajemen airway pasien obesitas. Dalam posisi ini, bahu dan kepala pasien ditopang dengan bantal tambahan sehingga pandangan dari lubang telinga sejajar dengan sternal notch. Teknik ini bertujuan untuk menyelaraskan tiga sumbu utama jalan napas: sumbu oral, faringeal, dan laringeal.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ramped position meningkatkan visualisasi pita suara secara signifikan dibandingkan dengan posisi datar tradisional. Posisi ini juga mengurangi risiko gagal intubasi, terutama pada pasien dengan indeks massa tubuh (IMT) tinggi. Dengan memperbaiki sudut visual, operator dapat melakukan intubasi dengan lebih cepat dan minim trauma.1,3
Namun, implementasi ramped position memerlukan perhatian khusus pada distribusi tekanan tubuh. Penyangga yang digunakan harus stabil untuk menghindari geseran posisi selama prosedur, yang dapat memperburuk visualisasi jalan napas. Latihan simulasi pada pasien dengan ukuran tubuh serupa dapat membantu tim medis terbiasa dengan teknik ini sebelum digunakan dalam situasi klinis sebenarnya.4
Preoksigenasi Optimal dengan CPAP
Penggunaan CPAP (Continuous Positive Airway Pressure) selama preoksigenasi sangat disarankan untuk pasien obesitas. CPAP memberikan tekanan positif kontinu ke dalam jalan napas, membantu membuka alveoli yang kolaps dan meningkatkan kadar oksigen dalam darah. Hal ini sangat penting karena pasien obesitas cenderung mengalami desaturasi lebih cepat dibandingkan pasien non-obesitas selama periode apnea.2

Strategi preoksigenasi yang optimal melibatkan pemberian CPAP pada tekanan 5–10 cmH2O selama 3–5 menit sebelum induksi anestesi. Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan CPAP dapat memperpanjang waktu hingga desaturasi dari rata-rata 1 menit menjadi lebih dari 3 menit pada pasien obesitas dengan indeks massa tubuh tinggi.3
Selain itu, CPAP membantu menjaga patensi jalan napas atas pada pasien dengan obstructive sleep apnea. Dengan mengurangi resistensi jalan napas, CPAP meminimalkan risiko kolaps jalan napas selama proses induksi. Dalam praktiknya, mask CPAP harus memiliki segel yang baik untuk mencegah kebocoran udara, yang dapat mengurangi efektivitas preoksigenasi.4
Tantangan dalam Penggunaan CPAP
Meskipun CPAP sangat efektif, ada beberapa tantangan yang harus diatasi dalam penggunaannya. Salah satu tantangan utama adalah toleransi pasien terhadap mask CPAP, terutama pada pasien dengan kecemasan tinggi atau klaustrofobia. Dalam situasi ini, sedasi ringan dengan obat seperti Midazolam (0,02–0,05 mg/kgBB) dapat digunakan untuk meningkatkan toleransi pasien terhadap mask.5
Tantangan lainnya adalah risiko kebocoran udara yang dapat terjadi jika mask CPAP tidak terpasang dengan benar. Kebocoran udara tidak hanya mengurangi efektivitas tekanan positif tetapi juga dapat meningkatkan risiko penyebaran aerosol, terutama pada pasien dengan penyakit menular seperti COVID-19. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa segel mask sudah sesuai sebelum memulai preoksigenasi.2
Efek CPAP pada Kapasitas Fungsional Residual
CPAP tidak hanya meningkatkan oksigenasi tetapi juga membantu mengoptimalkan kapasitas fungsional residual (FRC). Pada pasien obesitas, FRC biasanya berada di bawah volume kolaps paru, sehingga alveoli cenderung runtuh (atelektasis). Dengan tekanan positif dari CPAP, alveoli dapat tetap terbuka, meningkatkan pertukaran gas dan memperpanjang waktu hingga desaturasi selama intubasi.3
Penerapan CPAP selama preoksigenasi juga memiliki dampak signifikan pada penurunan resistensi jalan napas. Dalam beberapa kasus, penggunaan CPAP dapat dikombinasikan dengan tekanan ekspirasi positif (PEEP) pada ventilator untuk mempertahankan tekanan intra-alveolar yang cukup selama fase apneik. Ini menjadi sangat penting pada pasien obesitas dengan riwayat penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) atau kelainan restriktif.4
Teknik Intubasi
Intubasi pada pasien obesitas memerlukan perhatian khusus untuk memastikan keberhasilan prosedur dan mengurangi risiko komplikasi. Langkah-langkah berikut dapat diikuti:
- Posisi Pasien: Posisi ramped position memainkan peran penting dalam memfasilitasi visualisasi pita suara. Penyesuaian posisi ini mengurangi sudut antara sumbu jalan napas, sehingga mempermudah pemasangan endotracheal tube. Operator juga diuntungkan dengan pandangan yang lebih langsung ke laring.3
- Penggunaan Videolaringoskop: Videolaringoskop memberikan visualisasi superior dibandingkan laringoskop konvensional, terutama pada pasien dengan jalan napas yang sulit. Alat ini juga membantu meminimalkan trauma pada struktur jalan napas.4
- Preoksigenasi Optimal: Preoksigenasi harus dilakukan selama 3–5 menit dengan CPAP atau tekanan oksigen tinggi. CPAP memberikan tekanan konstan yang mencegah kolapsnya jalan napas dan meningkatkan kadar oksigen dalam darah, meminimalkan risiko hipoksia selama induksi anestesi.2
- Induksi dan Relaksasi: Obat anestesi seperti Propofol diberikan dalam dosis 1–2 mg/kgBB, sedangkan pelumpuh otot seperti Rocuronium (0,6–1,2 mg/kgBB) atau Succinylcholine (1–1,5 mg/kgBB) digunakan untuk memastikan relaksasi otot yang optimal.1
- Konfirmasi Posisi ETT: Setelah intubasi, posisi endotracheal tube harus dikonfirmasi dengan kapnografi untuk memastikan adanya CO2. Nilai EtCO2 normal berada pada rentang 35–45 mmHg.2
Simulasi dan Latihan Tim
Untuk mengatasi kompleksitas manajemen airway pada pasien obesitas, simulasi dan latihan tim medis memainkan peran penting. Simulasi skenario jalan napas sulit memberikan peluang untuk mempraktikkan penyesuaian posisi seperti ramped position dan penggunaan CPAP secara optimal. Dengan latihan ini, tim medis dapat mengidentifikasi potensi kesalahan dan meningkatkan efisiensi prosedur.2
Selain itu, simulasi memungkinkan tim untuk membiasakan diri dengan alat bantu seperti videolaringoskop dan alternatif seperti masker laring (LMA) atau perangkat supraglottik lainnya. Penekanan pada komunikasi yang jelas dan pembagian tugas selama prosedur dapat mengurangi risiko komplikasi yang muncul akibat miskomunikasi.4
Penanganan Pascabedah
Pasien obesitas memerlukan perhatian khusus setelah pembedahan untuk memastikan keberhasilan ventilasi dan mencegah komplikasi. Langkah-langkah berikut dapat diterapkan:
- Posisi Pemulihan: Pasien sebaiknya diposisikan dalam posisi kepala tinggi untuk memudahkan ventilasi dan mengurangi risiko obstruksi jalan napas.3
- Pemantauan Ventilasi: Pemantauan terus-menerus terhadap saturasi oksigen (SpO2) dan nilai EtCO2 sangat penting untuk mendeteksi masalah ventilasi sejak dini.4
- Manajemen Nyeri: Obesitas sering dikaitkan dengan sensitivitas nyeri yang lebih tinggi. Oleh karena itu, multimodal analgesia direkomendasikan untuk mengurangi penggunaan opioid yang berlebihan.5
- Fisioterapi Pernapasan: Latihan pernapasan dengan spirometer insentif membantu mencegah atelektasis dan meningkatkan kapasitas paru pascabedah.2
- Dukungan Psikologis: Pemulihan pada pasien obesitas juga memerlukan perhatian terhadap aspek psikologis. Memberikan edukasi dan dukungan untuk menjaga berat badan ideal pascabedah dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.5
Kesimpulan
Manajemen airway pada pasien obesitas memerlukan pendekatan yang terstruktur dan kolaboratif. Penyesuaian posisi seperti ramped position dan penggunaan CPAP selama preoksigenasi memberikan manfaat signifikan dalam meningkatkan keberhasilan intubasi dan mencegah komplikasi. Dengan menerapkan protokol berbasis bukti dan melibatkan latihan tim yang intensif, risiko komplikasi dapat diminimalkan, dan keselamatan pasien dapat ditingkatkan secara signifikan.5
- Frerk C, Mitchell VS, McNarry AF, et al. Difficult Airway Society 2015 guidelines for management of unanticipated difficult intubation in adults. Br J Anaesth. 2015;115(6):827-848.
- Carron M, Fakhr BS, Ieppeariello G. Foletto M. Perioperative care of the obese patient. BJS. 2020;107:e39-55.
- Wynn-Hebden A, Bouch DC. Anaesthesia for the obese patient. BJA Educ. 2020;20(11):388-395. doi: 10.1016/j.bjae.2020.07.003.
- De Jong A, Molinari N, Pouzeratte Y, et al. Difficult intubation in obese patients: Incidence, risk factors, and complications in the operating theatre and in intensive care. Br J Anaesth. 2015;114(2):297-306.
- Law JA, Broemling N, Cooper RM, et al. The difficult airway with recommendations for management: Part 2 - the anticipated difficult airway. Can J Anaesth. 2013;60(11):1119-1138.
Ramadhan MF. Manajemen Perioperatif Jalan Napas pada Obesitas. Anesthesiol ICU. 2025;1:a2